Jakarta, CNN Indonesia —
Hakim Distrik AS J Campbell Barker menolak rencana Presiden Joe Biden untuk melegalkan pasangan imigran pada Kamis (7/11).
Keputusan pengadilan tersebut kemungkinan besar akan menghambat implementasi di bulan-bulan terakhir masa jabatan presiden.
Program ini memberikan jalan menuju kewarganegaraan bagi pasangan imigran dari warga negara AS.
Seorang hakim di Texas menemukan bahwa program tersebut dapat membuka jalan menuju kewarganegaraan bagi sekitar 500.000 imigran ilegal jika mereka menikah dengan warga negara AS. Hal ini diketahui melebihi kekuasaan eksekutif Biden.
Awalnya, program bernama “Menjaga Kebersamaan Keluarga” diluncurkan pada 19 Agustus 2024, namun diblokir beberapa hari kemudian oleh Barker.
Dia menangguhkannya sambil mempertimbangkan eksperimen hukum yang diusulkan oleh Texas dan koalisi jaksa agung negara bagian AS dan Partai Republik.
Biden mengumumkan rencana tersebut melalui Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) pada 18 Juni 2024, sebelum mundur dari pemilihan presiden. Hal ini membuka jalan bagi Wakil Presiden Kamala Harris untuk berhadapan dengan Donald Trump yang kerap dikenal menentang imigrasi.
Pada hari-hari pertamanya menjabat, Biden telah mengabaikan banyak kebijakan imigrasi kontroversial pemerintahan Trump. Kini kebijakan tersebut bisa berlaku karena imigrasi juga menjadi basis kampanye Trump pada Pilpres AS 2024.
Mantan presiden Amerika Serikat ke-45 ini berulang kali menegaskan kembali rencananya untuk melakukan deportasi massal dengan menekankan pada penegakan hukum dalam negeri, hingga ia berhasil mengalahkan Harris dalam pemilu baru-baru ini.
Trump diperkirakan akan mengambil tindakan keras terhadap kebijakan imigrasi yang mencakup pembatalan program yang dibuat oleh Biden.
Rencana imigrasi ini disebut sebagai “amnesti luas” oleh tim kampanye Trump karena dirancang untuk mendorong imigrasi ilegal.
Sementara itu, masyarakat Amerika melihat imigrasi sebagai isu terpenting yang harus dihadapi Trump ketika ia menjabat pada bulan Januari.
Berdasarkan data jajak pendapat Reuters/Ipsos yang dipublikasikan pada Kamis (7/11), mayoritas warga Amerika meyakini Trump akan memerintahkan deportasi massal terhadap orang-orang yang tinggal di Amerika Serikat secara ilegal.
Dilansir CNN, sekutu Trump dan banyak pihak di sektor swasta diam-diam bersiap untuk menangkap dan mendeportasi imigran yang tinggal di Amerika Serikat secara besar-besaran.
Penasihat senior Trump, Jason Miller, juga mengatakan bahwa prioritas hari pertama Trump setelah kembali menjabat adalah memulihkan kebijakan perbatasan dari pemerintahan sebelumnya dan membatalkan kebijakan Biden.
Pembahasan awal tim mantan presiden Amerika Serikat ke-45 itu fokus pada pemindahan imigran gelap yang melakukan kejahatan.
Penasihat Trump lainnya, Brian Hughes, mengatakan salah satu prioritas Trump setelah kembali ke Gedung Putih adalah keamanan perbatasan.
“Presiden Trump meraih kemenangan tipis pada hari Selasa karena rakyat Amerika mendukung kebijakannya yang masuk akal untuk mengamankan perbatasan dan melakukan deportasi massal terhadap imigran ilegal,” kata Hughes.
Sementara itu, DHS yang bertanggung jawab menegakkan undang-undang imigrasi diketahui sedang mempersiapkan perubahan besar dalam kebijakan imigrasi di bawah pemerintahan Trump yang akan datang.
Pemerintahan Biden sendiri dapat mengajukan banding atas keputusan pengadilan tersebut pada Kamis (7/11). Namun sejauh ini Gedung Putih Amerika Serikat belum memberikan jawaban terkait hal tersebut. (RNA/BAC)