Jakarta, CNN Indonesia —
Mahkamah Konstitusi (CJC) menolak permohonan uji materiil terkait persoalan kotak suara kosong atau blanko, tidak hanya pada pilkada lebih dari satu calon atau calon tunggal pada pemilihan utama daerah (pilka).
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo mengatakan di ruang sidang Pleno Mahkamah Konstitusi tidak ada kebebasan memilih dalam pilkada, Jakarta, Kamis, saat membacakan komentar terkait putusan Nomor 125/PUU-XXII/ 2024. lebih dari satu calon tidak mengurangi hak pilihnya.
Tidak adanya surat suara kosong pada pemilihan kepala daerah dengan beberapa pasangan calon tidak membatalkan atau merugikan hak pilih, kata Suhartoyo.
Menurut MK, pemungutan suara blanko merupakan salah satu cara untuk keluar dari kesenjangan hukum yang terjadi dalam pilkada salah satu calon. Sebab, jika salah satu calon tidak mempunyai suara kosong pada pilkada, maka pemilihan tersebut akan ditunda hingga pilkada berikutnya untuk menghindari persaingan.
Selain itu, MK juga menjelaskan bahwa satu calon merupakan pilihan terakhir dalam melaksanakan hak konstitusional warga negara. Dalam pemilihan calon tunggal, karena tidak ada calon lain, masyarakat diminta menentukan setuju atau tidak setuju terhadap suatu pasangan calon.
Kajian pengadilan menemukan bahwa pemungutan suara kosong dalam pilkada dengan satu calon merupakan pilihan atau alternatif terakhir untuk mempertahankan hak pilih bagi warga negara yang berisiko kehilangan hak pilihnya.
Namun, MC mencatat bahwa pemungutan suara kosong bukanlah pilihan ideal. Menurut pengadilan, preferensi harus diberikan pada pemilu dengan tingkat persaingan ketat yang melibatkan satu pasangan kandidat.
“Pemungutan suara blanko bukanlah pilihan yang ideal bagi negara Indonesia yang membutuhkan persaingan dan kontestasi dalam pemilu langsung, karena persaingan yang kuat diharapkan akan membuat ide dan program pasangan calon bersaing,” kata Suhartoyo.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga menilai permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh tiga orang kuasa hukum, yakni Heriyanto, Ramdansyah, dan Muhamad Raziv Barokkoh, tidak memiliki dalil hukum yang jelas dan memadai sehingga permohonan tersebut bersifat jelas atau tidak jelas (dark). (di antara)