Jakarta, CNN Indonesia –
Kementerian Keuangan (KMANKU) mengungkapkan, alasan pemerintah enggan mempromosikan mobil hybrid di Indonesia karena ingin menciptakan kesenjangan di antara keduanya.
Rustam Effendi, analis kebijakan ahli madya di Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI, mengatakan awalnya pemerintah akan memberikan insentif untuk mobil hybrid. Namun jika sudah menyala, beralihlah ke mobil listrik karena dinilai lebih ramah lingkungan.
“Kami awalnya melakukan pada tahap transisi energi. Namun saat sedang berjalan, diputuskan kami akan beralih ke BEV. Itu sudah diputuskan oleh presiden sebelumnya,” ujarnya, Kamis (21/11). Jakarta. .
Payung hukum pemberian insentif hybrid tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021 tentang Perubahan PP Nomor 73 Tahun 2019 yang mengatur tentang pengenaan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) terhadap mobil rendah emisi.
“Namun hal tersebut tidak mendorong percepatan BEV yang diamanatkan Perpres 79/2023, padahal kita tahu tren global mengarah ke BEV. dan hibrida,” kata Rustam.
Praktisnya, mobil kendaraan listrik hybrid plug-in (PHEV) juga dikenakan pajak PPnBM mulai 5%. Namun, itu tergantung ukuran mesin dan emisi.
Pasca kebijakan tersebut berlaku, pabrikan otomotif yang bergerak di segmen hybrid bernama Rustam tidak berkembang.
Saat itu, menurut catatan Rustom, hanya Hyundai dan Wuling yang memasok mobil di segmen hybrid, sekaligus menegaskan komitmennya di pasar nasional.
Namun, kata Rustom, dinilai sulit mengajak pabrikan lain untuk bergerak di segmen tersebut karena rasio mobil konvensional dan mobil listrik berkisar 150 persen.
Apalagi tarif masuk impor mobil saat itu sangat tinggi yakni 50 persen ditambah PPnBM 15 persen. Oleh karena itu, dinilai kalah bersaing dengan pasar nasional dalam melakukan uji pasar.
“Saya kira pemerintah sudah memberikan solusi cerdas seperti pembebasan bea masuk BEV impor dan insentif PPnBM jika berkomitmen produksi lokal melalui Peraturan BKPM Nomor 6 Tahun 2023,” ujarnya.
Sedangkan produsen yang telah memproduksi BEV secara lokal dan mendapatkan TKDN minimal 40% mendapatkan potongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%.
“Faktanya, mobil hybrid sudah mendapat insentif PPnBM yang lebih rendah dibandingkan mobil ICE. Jadi kalau ini (insentif yang sama) diberikan ke mobil hybrid, kami akan kembali lagi.
Oleh karena itu, dia menyarankan agar ada skema atau cara baru agar mobil hybrid bisa diberikan insentif lebih. Salah satunya adalah pembuatan kendaraan Low Cost Green Car (LCGC) yang dikenakan PPnBM 3% menjadi hybrid.
Ia meyakini cara tersebut tidak mengganggu rencana pemerintah mengembangkan industri mobil full listrik. Selain itu, mobil listrik murni kini telah menjadi tren global. (Mei/Biaya)