Jakarta, CNN Indonesia –
Presiden Rusia Vladimir Putin telah mengeluarkan ultimatum yang mengatakan Moskow dapat mempertimbangkan penggunaan senjata nuklir sebagai respons terhadap serangan rudal konvensional yang didukung oleh negara-negara bersenjata nuklir.
Putin menyampaikan ancaman tersebut melalui pembaruan doktrin nuklir Rusia yang disetujui presiden pada Selasa (11-11).
Pembaruan doktrin nuklir Rusia ini merupakan respons terhadap AS yang mengizinkan Ukraina menggunakan rudal jarak jauh untuk melawan Moskow.
Reuters mengatakan doktrin yang diperbarui merinci kriteria ancaman yang memungkinkan Rusia mempertimbangkan penggunaan senjata nuklir sebagai respons.
Doktrin tersebut menyatakan bahwa serangan menggunakan rudal konvensional, drone, atau pesawat lain dapat memenuhi kriteria tersebut.
Selain itu, doktrin tersebut menyatakan bahwa setiap agresi yang dilakukan oleh anggota aliansi terhadap Rusia akan dianggap oleh Moskow sebagai agresi seluruh aliansi.
Sejak Moskow menginvasi Ukraina pada Februari 2022, ketegangan antara Rusia dan Barat memang kembali meningkat.
Invasi Ukraina selama 2,5 tahun memicu konfrontasi paling serius antara Rusia dan Barat sejak Krisis Rudal Kuba tahun 1962. Krisis tersebut dipandang sebagai momen ketika dunia selangkah lebih dekat dengan perang nuklir antara Amerika Serikat dan Uni Soviet (kini Rusia).
Ketegangan dilaporkan meningkat setelah Presiden AS Joe Biden memberi wewenang kepada Ukraina untuk menggunakan rudal jarak jauhnya melawan Rusia untuk pertama kalinya.
Konfirmasi tersebut muncul setelah Rusia meluncurkan ratusan rudal dan drone ke infrastruktur energi Ukraina pada Minggu (17-11).
Menurut beberapa pejabat AS, otorisasi tersebut diberikan untuk membantu Ukraina melawan pasukan Rusia yang saat ini didukung oleh pasukan Korea Utara. Ribuan tentara Pyongyang saat ini ditempatkan di wilayah Kursk barat Rusia untuk membantu Moskow merebut kembali wilayah tersebut.
Kursk menjadi lokasi garnisun militer Ukraina setelah serangan balik mendadak pada musim panas lalu, atau tepatnya Agustus. Sebagian wilayah tersebut kini berada di bawah kendali pasukan Ukraina.
Menurut New York Times, para pejabat AS mengatakan Biden memberikan izin karena dia melihat apa yang terjadi di medan perang.
Juru bicara kepresidenan Rusia Dmitry Peskov sebelumnya mengatakan keputusan Biden membuat konflik semakin serius.
“Jelas bahwa pemerintahan AS saat ini mengipasi api dan meningkatkan ketegangan lebih lanjut,” kata Peskov mengutip AFP, Senin (11-11).
(RD)