Yogyakarta, CNN Indonesia –
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengatakan pihaknya tengah menyiapkan rencana penerapan Sistem Pendaftaran Peserta Didik (PPDB) baru dan ingin rampung pada tahun 2025. pada bulan Februari
Hal itu diungkapkan Mu’ti usai mendengar pernyataan Afdhol Abdul Hanaf, guru agama Islam SMA N 1 Kokap, Kulon Progo, pada sesi “Pemersatu Perasaan Guru” di Komplek SMA N 2 Wates, Kulon Progo.
Afdhol mengeluhkan sistem lokal yang menjadi momok bagi sekolah-sekolah di kota itu setiap periode PPDB karena kesulitan menarik siswa. Mereka juga meminta Kementerian Pendidikan Dasar mengkaji ulang sistem tersebut karena dinilai akan menurunkan semangat anak-anak untuk sukses karena penerimaan siswa baru dilakukan berdasarkan jarak.
Menanggapi keluhan tersebut, Pak Abdul Mu’ti juga mengatakan pihaknya telah mengumpulkan keinginan para pimpinan lembaga pendidikan se-Indonesia dan lembaga lainnya untuk mencari solusi permasalahan lokal tersebut.
Hasil dari kumpulan keinginan tersebut adalah pedoman pelaksanaan PPDB saat ini yang sedang disusun dan diharapkan selesai pada Februari tahun depan.
“Kami sudah mendapat data dan laporan aspirasi dari kepala dinas dan beberapa organisasi yang kami datangi. Nanti kita coba lihat lagi PPDB zonasi dan rencananya seperti apa. Kita harapkan Februari atau akhir Maret sudah ada rencana PPDB. diumumkan untuk memberikan waktu bagi departemen untuk mempersiapkan kegiatannya pada tahun ajaran 2025-2026,” jelas Pak Muti.
Ia sendiri tak memungkiri banyak kendala dalam penerapan sistem zonasi PPDB. Salah satunya adalah ketidakmerataan pengetahuan siswa sehingga menyulitkan guru dalam menyampaikan informasi.
“Bukannya tidak ada masalah, selain masalah perusahaan swasta yang ditinggalkan mahasiswa, juga ada masalah pendidikan,” ujarnya.
“Saya punya adik dari guru ini, yang mengajar di sekolah populer Kudu. Saat perencanaan, dia memberi tahu saya bahwa ada siswa yang hilang. 20, 21 guru bingung. Karena dia tidak tahu cara memimpin siswa. Dia punya perbedaan. keterampilan pendidikan,” jelasnya.
Ibu Muti mengatakan dibutuhkan lebih banyak waktu dan kerja keras dari para guru untuk memastikan pembelajaran ini dapat diterima dengan baik oleh semua siswa.
“Orang pintar tidak dijelaskan dan tidak dipahami, yang lamban belajar dijelaskan bolak-balik atau tidak dipahami (tidak paham). Sampai gurunya sendiri bingung bagaimana menjelaskannya. Nah, harus ada strateginya, yaitu maksudnya itu yang harus dilakukan bagaimana”, imbuhnya.
Namun, M. Muti tetap meminta para guru untuk melihat bagaimana sistem delimitasi wilayah diterapkan, karena sistem ini memiliki tujuan yang baik, yakni mendidik anak secara setara.
Kita sudah lihat sebelumnya, ada sekolah kerakyatan, ada sekolah elit, dan ada sekolah kecil (kecil. Sekolah elit itu profesional banget, ada yang rusuh kalau keluar karena mobil, tapi ada juga yang “Jadi dengan membagi wilayah ini , mereka bisa belajar di sekolah yang dekat dengan rumah”, ujarnya.
Zonasi dilanjutkan oleh Bpk. Muti, juga bertujuan untuk menghilangkan sekat-sekat antara siswa kelas bawah dan atas.
“Kami ingin tegaskan, dengan adanya zonasi akan muncul inklusi sosial, antara siswa dari keluarga kelas atas dan siswa dari keluarga kelas atas. Ketiga, filosofinya adalah yang bawah akan naik, bukan yang atas ke bawah. menjaga SMA yang masih berkualitas,” jelasnya.
(kum/DAL)