Jakarta, CNN Indonesia —
Koalisi organisasi masyarakat sipil yang terdiri dari Organisasi Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) dan Transparency International Indonesia (TII) menuding masa kepemimpinan KPK 2024-2029 bersyarat. Menurut mereka, seleksi dan kelayakan serta uji kelayakan hanya sekedar basa-basi.
Menurut koalisi, di tengah krisis kebenaran, seharusnya Panitia III DPR RI memilih calon presiden dan pansus KPK yang memiliki sejarah baik. Namun yang terjadi justru sebaliknya.
Julius Ibrani dari PBHI mengatakan “Pilihlah calon pimpinan KPK yang tidak masuk akal dan bersyarat, yang bisa berkompromi dengan korupsi,” kata Julius Ibrani dari PBHI dalam siaran persnya, Jumat (21/11).
Julius menghadirkan panitia pemilihan (pansel) yang bertugas menyeleksi calon terkait Joko Widodo (Jokowi). Tuduhan itu diperkuat dengan dicopotnya banyak calon kepala daerah yang memiliki sejarah baik dan upaya pemberantasan korupsi pada periode pertama.
Panitia seleksi justru mengajukan nama-nama yang rekam jejaknya buruk. Ia menambahkan, proses pemilu hanyalah sebuah proses.
“Seleksi wawancara yang dilakukan panitia seleksi dan uji kelayakan Komisi III DPR tidak merambah secara mendalam calon-calon yang sesuai, mulai dari ketidaksesuaian harta yang dilaporkan, harta yang dapat diubah hari ini dan hari-harinya, ketidakbenaran. dan konflik kepentingan, untuk “menghentikan upaya perbaikan institusi KPK pasca UU KPK tahun 2019,” kata Julius.
Dia memperkirakan lima pimpinan KPK yang dilantik Wali DPR memiliki rekam jejak yang buruk. Salah satunya Johanis Tanak yang mendapat informasi untuk berbicara dengan pejabat Kementerian ESDM Muhammad Idris Froyoto Sihite. Perbincangan ‘kita bisa menghasilkan uang’ menyebar di media sosial.
Lebih lanjut, dalam sambutannya di waktu yang tepat dan pemeriksaan yang tepat, Johanis Tanak menegaskan akan menghapus OTT KPK karena dianggap tidak sesuai aturan KUHAP, kata Julius.
Kelompok tersebut menilai Johanis Tanak tidak bisa mengukur efektivitas dan persentase keberhasilan pemberantasan korupsi melalui OTT, atau niatnya untuk memberantas OTT karena interaksi politik lembaga yang tidak efektif dalam implementasi kiprahnya memberantas korupsi, ” tambahnya.
Julius menambahkan, masa jabatan Komisioner KPK 2024-2029 yang didominasi aparat keamanan menjadi tantangan untuk menghidupkan kembali trigger mekanisme KPK. Keinginan tersebut muncul ketika kejaksaan dan kepolisian dinilai tidak efektif dalam pemberantasan korupsi.
Padahal, calon yang dipilih DPR adalah mereka yang mempunyai riwayat di kejaksaan dan kepolisian yang tidak berpengaruh dalam pemberantasan korupsi di lembaga sebelumnya, bahkan kejaksaan dan Polri paling banyak melakukan tindak pidana korupsi. instansi,” kata Julius.
Dalam keterangannya, ia menyayangkan DPR III mengabaikan riwayat pimpinan KPK dan calon pansus yang diutus koalisi.
Kamis ini, Rapat Paripurna III DPR RI menetapkan lima pimpinan KPK dan dewan pengawas periode 2024-2029. Sebelumnya, Komisi III melakukan uji kelayakan dan kesesuaian.
Di kursi pimpinan KPK ke depan, ada nama Setyo Budiyanto (mantan Direktur Penyidikan KPK), Johanis Tanak (Komisaris KPK saat ini), Fitroh Rohcahyanto (Jaksa yang mantan Direktur Penuntutan KPK), Agus Joko Pramono ( mantan wakil presiden komisi). BPK) dan Ibnu Basuki Widodo (Hakim Pengadilan Tinggi Manado).
Saat ini kursi Pengurus KPK akan diisi oleh Chisca Mirawati (Pendiri & Mitra Pelaksana UU CMKP), Benny Mamoto (mantan Ketua Kompolnas Harian), Wisnu Baroto (Jaksa), Sumpeno (Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta) dan Gusrizal (Ketua Pengadilan Tinggi Samarinda).
(ryn/teh)