Jakarta, CNN Indonesia —
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya peminjaman dan pengembalian pinjaman keuangan di Lembaga Penanaman Modal Produk Indonesia (LPEI).
Kasus korupsi ini diperkirakan merugikan pemerintah sekitar Rp 1 triliun.
“Karena saat ini penyidik telah menemukan pola peminjaman dan pembayaran utang keuangan kepada LPEI yang ‘tambal sulam’, dimana pinjaman berikutnya harus menutupi pinjaman sebelumnya,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto saat dikonfirmasi, Jumat (8/11).
Selain itu, diduga tersangka dari pihak kreditur mendapat fasilitas kredit dari LPEI dan perusahaan miliknya yang lain, lanjutnya.
Dalam proses penyidikan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini menyita 44 properti senilai Rp 200 miliar, dalam kasus dugaan korupsi penyediaan lembaga keuangan oleh LPEI. Barang tersebut disita dari tersangka yang belum diungkapkan identitasnya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita harta milik tersangka, total 44 properti yang belum disita, dengan perkiraan nilai total sekitar Rp200 miliar, kata Tessa.
Nilai tersebut belum termasuk aset mobil dan barang lainnya yang telah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sedangkan sifat-sifat lain yang sifatnya menjanjikan masih terus diteliti oleh para peneliti, kata Tessa.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan sedikitnya tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus pemberian layanan pinjaman dari APBN.
Tessa mengatakan, tim penyidik terus mengkaji harta benda para tersangka untuk mengetahui kerugian pemerintah.
Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) juga akan mempelajari kasus tersebut dan berpotensi menangkap pihak lain yang terlibat dalam kegiatan ilegal yang layak untuk dituntut secara pidana.
Komisi Pemberantasan Korupsi juga mengingatkan para pihak agar tidak terkecoh dengan janji-janji yang mengatasnamakan Komisi Pemberantasan Korupsi dari kasus ini, tegas Tessa. (ryn/ tidak)