Jakarta, CNN Indonesia —
Belakangan ini, akibat ketegangan hubungan Korea Selatan dan Korea Utara, situasi di Semenanjung Korea terus memanas.
Korea Utara telah melakukan beberapa kali uji coba rudal, membuat Korea Selatan gelisah. Pyongyang juga mendefinisikan ulang Korea Selatan sebagai “musuh” dalam konstitusinya.
Sementara itu, Korea Selatan terus melakukan latihan militer dengan Amerika Serikat yang menjadi ancaman bagi Korea Utara. Belum lama ini, Negeri Ginseng juga mengirimkan drone ke Pyongyang.
Rangkaian peristiwa ini telah mengaburkan suasana di semenanjung, dan prospek mewujudkan harapan reunifikasi sangatlah suram.
Sebagai negara di kawasan Indo-Pasifik, Indonesia dapat berperan sebagai promotor atau mediator dalam perundingan damai antara Korea Utara dan Selatan.
Peneliti Institute for Global Development Puji Basuki alias Ukky mengatakan Indonesia bisa menjadi tuan rumah perundingan damai antara Korea Selatan dan Korea Utara.
Ya, bagaimana memanfaatkan Jakarta sebagai tempat membantu berdialog, Jakarta selalu netral dalam pemerintahan kita, kata Uki pada pertengahan November lalu.
Ukky menyampaikan pandangannya saat menjadi pembicara pada seminar hybrid yang diselenggarakan oleh Korea Foundation dan Asosiasi Kebijakan Luar Negeri Indonesia di Hotel Le Meridien Jakarta pada 8 November.
Indonesia menjalankan kebijakan luar negeri yang bebas dan aktif dan tidak memihak kekuatan atau negara mana pun yang berkonflik.
Uki yang juga mantan koordinator Kantor Bilateral Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI-Korea Selatan menjelaskan, Indonesia memiliki hubungan baik dengan Korea Selatan dan Korea Utara.
Kedekatan hubungan Indonesia dan Korea Selatan juga tercermin dari kunjungan kedua kepala negara ke kedua negara pada tahun 2023.
Pada Juli tahun lalu, Presiden Indonesia Jokowi mengunjungi Seoul dan bertemu dengan Presiden Korea Selatan Yoon Seok-yeol.
Pada bulan September, giliran Yin Zheng yang mengunjungi Indonesia. Dalam kunjungannya tersebut, Presiden Korea Selatan menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara penting di ASEAN dan membantu menjaga perdamaian kawasan.
Sedangkan bagi Korea Utara dan Indonesia, kedua negara memiliki hubungan historis yang baik, terutama di bawah kepemimpinan presiden pertama Sukarno.
Ukky juga menilai Indonesia dan Korea Utara sama-sama anggota Gerakan Non-Blok sehingga memiliki semangat yang sama dalam melakukan dekolonisasi.
Seong Ho Sheen, profesor hubungan internasional di Universitas Nasional Seoul, memiliki pandangan serupa.
“Indonesia dan Korea Utara memiliki sejarah diplomasi yang panjang. Indonesia dan Korea Utara dapat memainkan peran yang sangat penting sebagai jembatan antara Korea Utara dan Selatan,” kata Xin.
Shin mengatakan Korea Selatan saat ini tidak memiliki kontak langsung dengan Korea Utara.
Namun, agar Indonesia bisa menjadi tuan rumah dan menjadi penengah atau mediator, maka harus terlebih dahulu mengundang para pemimpin Korea Selatan dan Korea Utara untuk melakukan pembicaraan.
Shin menilai jika Indonesia menemukan mitra di Pyongyang dan menjalin kontak dengan pihak terkait di Korea Selatan, maka dialog damai bukanlah hal yang mustahil.
“Mungkin Anda bisa memainkan peran dalam menjangkau Korea Utara dan Selatan dan bahkan menyediakan semacam tempat di Jakarta di mana kedua belah pihak bisa bertemu di lokasi pihak ketiga,” katanya.
Termasuk ASEAN
Pada saat yang sama, Ukky percaya bahwa di bawah bimbingan pemerintahan Prabowo Subianto dan Menteri Luar Negeri Sugiono, Indonesia dapat melakukan pertempuran penting untuk membawa Korea Utara dan Selatan “kembali ke meja dialog.”
Ia menambahkan, Indonesia juga dapat memanfaatkan ASEAN Regional Forum (ARF) sebagai forum untuk membantu mewujudkan perdamaian di Semenanjung Korea.
Korea Utara juga menganggap blok Asia Tenggara penting bagi mereka. Indonesia adalah bagian dari ASEAN.
“Ini merupakan salah satu cara Indonesia memainkan peran diplomatis,” kata Uki.
(Iza/DNA)