Jakarta, CNN Indonesia —
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat mendorong pemerintah berperan aktif menanggulangi konten negatif yang ditayangkan di media berbasis internet (OTT).
Ketua KPID Jawa Barat Adiana Slamet mengatakan, berbagai upaya telah dilakukan bersama seluruh lembaga penyiaran di Jabar, namun tidak akan pernah cukup jika negara tidak hadir untuk melindungi masyarakat melalui aturan ketat terhadap OTT. ,
Adiana Slamet mengatakan pada Selasa (26/11), “Karena UU Nomor 32 Tahun 2002 tidak mengizinkan kita memantau media berbasis Internet, kita melihat di Jawa Barat, 476 lembaga penyiaran sudah cukup untuk menyampaikan pesan-pesan positif. ” ,
Ia menambahkan, “Kami juga menyadari masih banyak kekurangan karena masih banyak masyarakat yang terpapar konten-konten di media berbasis Internet.”
Hal ini diumumkan pada pemaparan hasil penelitian bertajuk ‘Analisis Minat Penggunaan Platform Media di Jawa Barat’ pada tahun 2024. Universitas Pasundan Bandung.
Dorongan tersebut mereka ungkapkan karena melihat konten kekerasan dan pornografi mudah ditemukan di media berbasis internet. Hal ini sesuai temuan penelitian yang dilakukan KPID Jabar bekerja sama dengan Universitas Pasundan Bandung.
Dari 504 peserta, 200 orang merasa prihatin, 174 orang netral, 117 orang sangat prihatin, 12 orang menjawab tidak peduli, dan 1 orang tidak terlalu peduli dengan konten OTT.
Almadina Rachmanyar, ketua tim peneliti Universitas Pasundan Bandung, mengungkapkan kekerasan dan kata-kata kotor menjadi dua bahan utama penelitian tersebut.
Oleh karena itu Adiana Slamet meminta negara mendukung lembaga penyiaran dan KPI untuk melindungi pengetahuan masyarakat dari ancaman konten negatif.
Apalagi di tengah upaya mewujudkan Indonesia Emas 2045, ia merasakan bahaya yang lebih besar menanti jika persoalan ini tidak menjadi perhatian serius semua pihak. Ia menghubungkan hal itu dengan Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 4 UUD 1945.
“Tujuan negara adalah melindungi seluruh darah Indonesia. Berbicara tentang seluruh darah Indonesia tidak hanya bersifat materil, namun menurut saya negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi pengetahuan masyarakat, terutama materi kelompok rentan dalam hal akses,” tegasnya.
Hal senada diungkapkan Anggota DPRD Jabar Inu Purva Dewi, yakni pentingnya perhatian serius semua pihak, termasuk negara, terhadap antisipasi ancaman perkembangan teknologi dan kemudahan memperoleh informasi.
Inouye mengatakan, “Namun kemajuan yang sedang berjalan, termasuk di Jawa Barat, menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam menangani konten digital yang sulit ditangani, termasuk topik-topik sensitif seperti pornografi, kekerasan, dan isu LGBT yang mempengaruhi generasi muda saat ini. “
“Untuk menghadapi tantangan ini, peraturan harus direvisi agar dapat mencakup dan menjawab tantangan yang ada saat ini,” ujarnya. (C)