Jakarta, CNN Indonesia —
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami kursi Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor yang akrab disapa Paman Birin melalui lima keterangan yang diperiksa hari ini, Selasa (11/5).
Saksi yang diperiksa di Badan Perekonomian dan Pembangunan Provinsi (BPKP) Provinsi Kalimantan Selatan adalah Gusti Muhammad Insani Rahman (PNS di lingkungan Pemprov Kalsel); Ismail (profesional, pelayan di kediaman gubernur); dan Hamdani (mandiri).
Kemudian Muhammad Sukini (Direktur RT 001 RW 001 Keramat, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan) dan Rensi Sitorus selaku Ketua Pelaksana Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
Penyidik semakin memperluas pengetahuannya mengenai keberadaan tersangka Gubernur saat ini, kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sujiarto dalam keterangannya, Selasa (11/05).
Sebelumnya, dalam permohonan proses penyidikan pendahuluan perkara nomor: 105/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL yang diajukan Paman Birin, Selasa (11/5), Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia mengeluarkan surat perintah penangkapan (Sprincap) atas Paman Birin yang tidak diketahui keberadaannya sejak ia dilaporkan sebagai tersangka pada awal Oktober tahun lalu.
“Saat ini terdakwa (KPK) sedang mencari keberadaan pelapor (Sahbirin Noor). Sebenarnya, pelapor sudah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Shprincap nomor 06 dan keputusan pimpinan KPK terkait larangan berpergian, namun saat ini lokasinya tidak diketahui pemohon dan penyidikannya sedang berjalan,” kata Perwakilan Biro Hukum KPK Nia Siregar dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Karena itu, jelas Nia, Paman Birin ditetapkan sebagai tersangka dengan tidak membantahnya. Menurut dia, proses in absensia bisa menangani kasus korupsi.
Sekaligus menolak dalil Paman Birin dengan mengatakan pendapat tersangka tidak ada gunanya, karena tersangka belum diadili.
Nia menjelaskan, penetapan Paman Birin sebagai tersangka berdasarkan dua orang saksi terkait. Selain itu, situasi hukum tersebut adalah serangkaian penangkapan terhadap beberapa orang yang terlibat dalam penerimaan pembayaran dari Sugeng Wahyudi (JUD) dan Andi Susanto (I) selaku organisasi independen berbentuk pelaksana pembangunan lapangan sepak bola di kawasan olahraga terpadu. , berkembang. kawasan terpadu dan pembangunan kolam renang di kawasan olahraga terpadu untuk Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan tahun anggaran 2024.
Terdakwa kemudian memeriksa beberapa perkara yang keterangannya sesuai dengan alat bukti yang diperoleh dari pemohon yang semakin memperkuat keterlibatan dan tanggung jawab pemohon dalam tindak pidana korupsi a quo, kata Nia. . .
Oleh karena itu, penetapan pemohon sebagai tersangka dilakukan secara in absentia sehingga tidak perlu dilakukan penyidikan terhadap pemohon sebelum ditetapkan sebagai tersangka, lanjutnya.
Lembaga antirasuah menetapkan tujuh orang yang diduga menerima hadiah atau janji dari pejabat negara atau wakilnya di Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2024 -2025.
Penerimanya adalah Paman Birin, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (PUPR), Ahmad Solhan (SOL), Kepala Dinas Cipta Karya dan Direktur Eksekutif (PPK) Pemprov Kalimantan Selatan, Yulianti O Erlin (YUL), Direktur Rumah Tahfidz Darussalam dan Pengumpulan Uang atau Fee Ahmad (AMD) dan Plt. Kepala Kantor Gubernur Kalimantan Selatan, Agustya Febri Andrean (FEB).
Mereka didakwa melanggar Pasal 12 huruf atau Pasal 11 dan atau Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Korupsi (ZE Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Saat ini Sugeng Wahyudi (JUD) dan Andi Susanto (I) berstatus perusahaan swasta. Sugeng dan Andi didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 undang-undang tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Keenamnya ditangkap, kecuali Paman Birin. (ryn/fra)