Jakarta, CNN Indonesia —
Israel mungkin akan menyerang milisi Hizbullah Lebanon meski menyetujui gencatan senjata yang mulai berlaku pada Rabu (27/11).
Pasal perjanjian ini menyatakan bahwa Israel dan Lebanon dapat menyerang jika terancam.
Menurut Times of Israel, ketentuan perjanjian tersebut menyatakan: “Komitmen ini tidak menghalangi Israel dan Lebanon untuk menggunakan hak dasar mereka untuk membela diri, sesuai dengan hukum internasional.”
Pembelaan diri seringkali menjadi alasan atau tuntutan suatu pihak untuk menyerang pihak atau wilayah tertentu.
Israel telah berulang kali menggunakan haknya untuk membela diri ketika negara tersebut dikritik secara luas karena agresinya terhadap Palestina.
Pemerintahan Benjamin Netanyahu menggunakan narasi yang sama ketika melancarkan tindakan keras pada bulan September dan menyerang Lebanon selatan pada tanggal 1 Oktober.
Lebanon selalu menolak gagasan bahwa Israel mempunyai hak untuk menyerang negaranya sesuka hati. Mereka menilai tindakan rezim Zionis ini bisa menjadi pelanggaran kemerdekaan.
Al Jazeera melaporkan bahwa Israel ingin mendapatkan hak untuk menyerang Lebanon untuk “memperkuat” ketentuan gencatan senjata jika tentara Lebanon dan koalisi internasional gagal mengusir Hizbullah dari perbatasan.
Hizbullah harus mundur ke selatan Sungai Litani, yang merupakan perbatasan antara Israel dan Lebanon.
Perjanjian gencatan senjata juga menyebutkan bahwa satuan tugas yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Prancis akan ikut memantau pelaksanaan gencatan senjata ini. Gugus tugas tersebut akan bekerja sama dengan tentara Lebanon, yang telah diberi banyak peran dalam perjanjian tersebut.
Berdasarkan perjanjian tersebut, tentara Lebanon akan menjadi satu-satunya angkatan bersenjata dan akan mengambil alih semua aktivitas terkait senjata di negara tersebut.
Tak hanya itu, perjanjian tersebut juga mencakup kemampuan pemerintah Lebanon untuk menghancurkan infrastruktur yang dianggap ilegal dan memantau keluar masuknya senjata dari negara tersebut.
Menanggapi hal tersebut, para ahli mengatakan bahwa menerima tuntutan Israel berarti memberikan “izin” internasional untuk terus-menerus melanggar kedaulatan Lebanon.
“Mungkin kita sedang memasuki fase baru, mungkin Syriaisasi [Lebanon akan dibuat seperti Suriah],” kata Karim Batar, pakar hubungan internasional Lebanon dan Universitas St. Joseph, seperti dikutip Al Jazeera.
Israel menyetujui gencatan senjata pada Selasa (26/11) setelah negosiasi internal dan pemungutan suara parlemen. Awalnya, Hizbullah menyetujui gencatan senjata.
Hizbullah menyebut gencatan senjata ini sebagai kemenangan mereka atas Israel. (diri / tas)