Jakarta, CNN Indonesia —
Australia baru-baru ini memberlakukan peraturan untuk anak di bawah 16 tahun yang menggunakan media sosial (medsos). Psikolog anak dan keluarga Meera Amir mengatakan hal tersebut perlu diterapkan di Indonesia juga.
Australia ‘memukul’ amandemen keamanan online RUU Usia Minimum Media Sosial 2024 Dengan undang-undang ini, Parlemen Australia secara resmi melarang anak-anak di bawah usia 16 tahun bermain di media sosial seperti Facebook, Instagram, X, dan TikTok.
Psikolog Meera Amir mengatakan aturan serupa harus diterapkan di Indonesia.
“Saya sangat setuju aturan ini juga berlaku di Indonesia. Dari pantauan saya, orang tua di Indonesia sangat longgar. Saya lihat di Australia, kesadaran mereka dalam mengasuh anak bisa diandalkan,” kata Meera kepada fun-eastern.com, Jumat. 29/11).
Menurut Meera, aturan seperti yang diterapkan Australia bukanlah hal yang unik, terutama di negara-negara Barat. Ia mengatakan kliennya yang tinggal di Swiss memiliki aturan yang kurang lebih sama. Di sana, sekolah melarang penggunaan WhatsApp hingga usia 16 tahun.
Lantas, apa saja dampak anak di bawah 16 tahun menggunakan media sosial?
Salah satu klien Mira di kelas 1 sekolah dasar memiliki dua perangkat dan menghabiskan sebagian besar waktunya menelusuri TikTok. Sulit membayangkan apa yang dikonsumsi anak, apalagi anak belum bisa menentukan konten apa yang bermanfaat bagi dirinya. Belum lagi remaja yang kepribadiannya belum matang.
“Kepribadiannya jadi belum matang, media sosial masuk, dia makin labil. Sejauh mana anak bisa melihat bahwa tidak semua yang ada di media sosial itu nyata?” Dia berkata.
Sedangkan ketika anak mengakses media sosial pada usia 16 tahun ke atas, maka usia tersebut dianggap lebih dewasa. Meera mengatakan, kemampuan kognitif anak sudah lebih matang.
Anak juga memiliki kepribadian yang lebih ‘stabil’, lebih konkrit, dan kemampuan berpikir kritis.
“Kalau lebih muda dari itu, kepribadianmu belum matang. Kalau ditanya sedang apa, ayolah,” tambah Meera. (lainnya/wiw)