Jakarta, CNN Indonesia
Pemerintah Rusia angkat suara terkait darurat militer singkat di Korea Selatan pada Rabu (4/12).
Rusia berharap kondisi mengkhawatirkan pasca darurat militer di Korea Selatan tidak mempengaruhi stabilitas Semenanjung Korea.
“Kami menyaksikan dengan prihatin peristiwa tragis yang terjadi di Korea Selatan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova.
“Kami berharap hal ini tidak mempengaruhi situasi sosial politik secara keseluruhan di Semenanjung Korea,” tambahnya.
Rusia adalah sekutu dekat Korea Utara. Baru-baru ini, kerja sama kedua negara meningkat, Korea Utara menuduh negara itu mengirimkan pasukannya ke Rusia untuk membantu perang melawan Ukraina.
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada Selasa malam mengumumkan keadaan darurat militer di Ginseng, dengan alasan ancaman dari Korea Utara dan pasukan anti-negara.
Setelah Yoon mengumumkan situasinya, publik menjadi bingung dan khawatir. Menurut penyelidikan, situasi tersebut ditentukan karena status politik Yoon di oposisi.
Publik marah dan mendesak Yoon untuk meninggalkan posisinya. Parlemen Korea Selatan yang dikuasai oposisi juga dengan cepat memberikan suara untuk menolak keputusan Yoon.
Dengan dimulainya pemilihan DPR, militer Korea Selatan mulai menempuh jalur yang penuh persenjataan. Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih dibarikade sehingga anggota DPR terpaksa melompati pagar untuk bisa lewat.
Beberapa jam kemudian, Yoon mengajukan darurat militer. Kongres mendapat 192 dari 300 suara yang mendorong Yoon mengundurkan diri dari jabatannya.
“Status darurat militer telah dicabut dan masyarakat kini dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Namun, situasi politik dan keamanan di dalam negeri tidak mudah,” katanya.
“Kementerian Pertahanan menaruh perhatian besar terhadap situasi ini dan akan menggunakan segala cara untuk memastikan bahwa operasi pertahanan dilaksanakan tanpa gangguan sambil menangani masalah ini dengan cara yang kuat,” katanya.
(Dina/Dina)