Jakarta, CNN Indonesia.
Harga minyak mentah global turun tipis pada perdagangan Kamis (28/11) akibat peningkatan stok bensin yang mengejutkan di Amerika Serikat (AS) menjelang libur Thanksgiving.
Melimpahnya cadangan minyak Amerika telah menimbulkan kekhawatiran akan permintaan di kalangan konsumen utama bahan bakar kendaraan bermotor.
Minyak mentah berjangka Brent turun 4 sen, atau 0,1%, menjadi $72,79 per barel. Pada saat yang sama, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 1 persen menjadi 68,71 dolar AS.
Pada tanggal 22 November, jumlah minyak di Amerika Serikat meningkat sebesar 3,3 juta barel. Pertumbuhan permintaan yang lebih lambat di konsumen utama seperti Amerika Serikat dan Tiongkok telah menyebabkan harga minyak turun tahun ini. Meskipun pasokan minyak diblokir oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak ke Rusia dan negara-negara sekutu lainnya (OPEC+).
OPEC+ telah mengurangi produksi untuk menghindari kerugian akibat rendahnya harga minyak mentah. Dua sumber OPEC+ mengatakan kepada Reuters bahwa para anggota sedang mendiskusikan penundaan lebih lanjut terhadap rencana peningkatan produksi minyak mulai Januari.
Kelompok tersebut akan mengadakan pertemuan untuk menyetujui kebijakan tersebut pada awal tahun 2025.
OPEC+ memproduksi sekitar setengah produksi minyak dunia. Mereka sebelumnya mengatakan akan mengurangi pengurangan produksi minyak secara bertahap dengan menambahkan sedikit selama beberapa bulan pada tahun 2024 dan 2025.
Pekan ini, harga minyak turun karena disetujuinya perjanjian gencatan senjata Israel dengan militan Hizbullah di Lebanon.
Gencatan senjata dimulai pada hari Rabu dan membantu meredakan kekhawatiran bahwa konflik tersebut dapat mengganggu pasokan minyak dari wilayah penghasil minyak utama di Timur Tengah.
“Pelaku pasar tidak yakin berapa lama perselisihan ini akan berlangsung, dan dasar geopolitik minyak yang lebih luas masih belum jelas,” kata seorang analis ANZ Bank.
Harga minyak dinilai terlalu rendah akibat defisit pasar. Kepala penelitian komoditas di Goldman Sachs dan Morgan Stanley memperingatkan bahwa masih ada risiko pasokan dari Iran karena kemungkinan sanksi di bawah Presiden AS Donald Trump.
(pta/agt)