JAKARTA, CNN Indonesia —
Era Presiden kedelapan RI, Prabowo Subianto, nampaknya akan membawa perubahan politik luar negeri Indonesia yang berdampak besar pada hubungan dengan Uni Eropa.
Meski perhatian dunia tertuju pada hubungan Indonesia dengan Tiongkok dan Amerika Serikat, hubungan UE dengan Indonesia juga patut mendapat perhatian.
Selain itu, Indonesia mempunyai peran penting sebagai pemain utama di kawasan Indo-Pasifik, dan hubungan UE-Indonesia juga mempunyai dampak signifikan terhadap perekonomian. Dari sudut pandang hubungan internasional menurut modernisme baru dan Ekonomi Politik Internasional (IPE), hubungan tersebut menunjukkan interaksi yang kompleks antara kedaulatan nasional, ketergantungan ekonomi, dan pembangunan budaya. Indonesia dan UE: Ketergantungan Asimetris
Indonesia memiliki populasi sekitar 300 juta orang, merupakan negara dengan perekonomian terbesar di ASEAN dan memainkan peran penting dalam strategi ekonomi dan keamanan UE di Asia Tenggara.
Pada tahun 2023, UE akan menjadi mitra dagang terbesar kelima bagi Indonesia, yang hubungan kerjanya terjalin melalui perundingan Perjanjian Kemitraan dan Kerjasama (PCA) dan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA).
Namun kepercayaan antara kedua pihak belum sempurna. Meskipun Indonesia mendapat manfaat dari akses dan investasi di pasar Eropa, bagi UE, Indonesia merupakan pasar yang strategis namun bukan pasar yang tidak tergantikan.
Inisiatif ini mencerminkan pemikiran negara-negara berkembang besar seperti Indonesia yang berupaya meningkatkan strategi kemandiriannya dengan menyeimbangkan hubungan dengan negara-negara besar internasional.
Penting bagi Indonesia untuk menjaga keseimbangan antara UE, Tiongkok, dan Amerika Serikat agar tidak saling ketergantungan, terutama di era Presiden ketujuh Joko Widodo.
Namun ketergantungan ekonomi Indonesia pada Uni Eropa membuat pemerintah saat itu enggan mengupayakan kemerdekaan tanpa mengkompromikan persoalan budaya dan lingkungan hidup.
Peran Nasionalisme Ekonomi di Era Prabowo
Pada masa jabatan keduanya, Joko Widodo telah menerapkan kebijakan luar negeri yang efisien berdasarkan prinsip tindakan bebas. Pendekatan ini berfokus pada kepentingan ekonomi dalam negeri dan menghindari hubungan tetap dengan negara adidaya.
Prioritas utama Presiden Joko Widodo adalah memperkuat infrastruktur dalam negeri dan pertumbuhan ekonomi, serta menggunakan kebijakan luar negeri sebagai alat untuk menarik investasi dan mendukung pembangunan.
Namun, Prabowo Subianto bisa mengambil tindakan yang langsung dan patriotik.
Agustus lalu, Menteri Pertahanan Prabowo secara terbuka mengkritisi UE, terutama terkait regulasi seperti EU Deforestation Regulation (EUDR) yang akan mulai berlaku pada Desember 2024. Regulasi ini mengharuskan produk yang masuk ke pasar Eropa harus tersertifikasi bebas deforestasi. Prabowo menilai hal ini sebagai diskriminasi dan kerugian bagi negara berkembang.
Perlawanan terhadap Prabowo menunjukkan upaya untuk melindungi strategi ekonomi seperti kelapa sawit, yang sangat penting bagi PDB dan lapangan kerja Indonesia.
Proses ini juga menunjukkan bagaimana diplomatnya memenuhi kebutuhan negara dengan lebih percaya diri dibandingkan masa lalu.
Hal ini juga terlihat dari langkah Indonesia menjadi negara mitra BRICS.
Prabowo tampaknya melihat BRICS sebagai alternatif terhadap aliansi tradisional Barat. Selain itu, perluasan anggota baru BRICS semakin memperkuat kemungkinan organisasi tersebut menjadi platform untuk perbaikan banyak sistem internasional.
Selain itu, negara-negara BRICS telah menganut sistem yang menekankan penghormatan terhadap kedaulatan nasional dan agenda pembangunan yang mengutamakan pembangunan ekonomi dibandingkan aturan yang ditetapkan pihak asing.
Pandangan-pandangan ini konsisten dengan posisi Prabowo mengenai isu-isu termasuk pengelolaan kelapa sawit dan persyaratan lingkungan hidup Uni Eropa.
Namun, pendekatan BRICS bertentangan dengan pendekatan tradisional UE yang menggunakan prinsip-prinsip untuk mendorong nilai-nilai terkait keberlanjutan dan hak asasi manusia.
Pengaruh geopolitik dan strategis
Dengan memprioritaskan pembangunan ekonomi dan kedaulatan nasional, Prabowo berisiko memperburuk hubungan dengan Brussel, yang dapat menimbulkan konsekuensi yang luas.
Secara ekonomi, UE adalah pasar terbesar ketiga bagi Indonesia dan sumber penting investasi asing langsung (FDI). Mengingat pasar Eropa merupakan sumber utama pendapatan dan lapangan kerja, sektor-sektor seperti kelapa sawit, tekstil dan perikanan mungkin menghadapi kerugian yang signifikan.
Selain perdagangan, kerja sama UE dengan Indonesia juga mencakup bidang teknologi, energi terbarukan, dan pembangunan infrastruktur. Penurunan kerja sama ini dapat menghambat modernisasi ekonomi Indonesia, memperlambat transisi energi, dan membatasi akses terhadap dukungan keuangan internasional terkait program keberlanjutan.
Selain itu, meninggalkan UE dapat melemahkan kemampuan Indonesia dalam menjaga keseimbangan antar negara-negara besar. Misalnya, meningkatnya ketergantungan pada Tiongkok dapat membatasi fleksibilitas Jakarta di kawasan Indo-Pasifik.
UE juga memainkan peran penting dalam konferensi internasional mengenai isu-isu global seperti perubahan iklim dan perdagangan, sehingga kehilangan dukungan dapat melemahkan posisi Indonesia dalam negosiasi internasional.
Hubungan UE-Indonesia berada dalam konteks proses internasional yang sedang menuju integrasi internasional.
Sebagai kelas menengah yang sedang berkembang, Indonesia berupaya menyeimbangkan otonominya dengan kebutuhan akan integrasi ekonomi. Oleh karena itu, UE harus menyesuaikan kebijakannya saat ini dengan realitas pembangunan di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Keberhasilan hubungan ini bergantung pada kemampuan kedua belah pihak dalam menemukan keseimbangan antara konflik kepentingan.
Kerja sama yang saling menguntungkan, seperti transisi energi, pembangunan infrastruktur, dan keamanan di kawasan, dapat membantu mengurangi ketegangan, dan memperkuat kerja sama kedua negara.
Hanya melalui diskusi yang bermakna dan seimbang maka kesetaraan dan saling menguntungkan dapat terjamin di tengah tantangan meningkatnya persaingan dan perpecahan.
(vws/vws)