Makassar, CNN Indonesia —
Supriyani, guru honorer SD di Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, diduga setelah dilaporkan petugas polisi tengah menghukum anaknya.
Dalam laporan polisi, guru tersebut diduga melakukan penganiayaan terhadap anak polisi, D (6), yang duduk di bangku sekolah dasar.
Kapolres Konawe Selatan, AKBP Febry Sam mengatakan, kasus ini memang sudah lima kali dimediasi, namun belum tercapai kesepakatan damai. Alhasil, kata dia, kasus tersebut dibawa ke tahap penyidikan.
“Sudah dilakukan mediasi (tapi) tidak ada kesepakatan. Makanya statusnya (tersangka) dalam pemeriksaan setelah lima kali mediasi,” kata Febbri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (22/10).
Dijelaskannya, kasus ini bermula saat ibu korban, Nurfitriana, melihat adanya luka lebam di bagian belakang paha anak yang masih duduk di bangku kelas satu SD itu, Kamis, 25 April lalu.
– Penyebab korban terluka karena terjatuh ke sawah bersama ayahnya, ujarnya.
Nurfitriana kemudian bertanya kepada suaminya, Aipda Wibowo Hasyim, tentang luka yang diderita anaknya akibat terjatuh dari sawah. Maka Aipda Wibowo bertanya kepada putranya tentang cedera tersebut.
– Suaminya kemudian bertanya kepada anaknya, saat korban menjawab bahwa dia dipukuli oleh gurunya yang berinisial S.P., kata Febbri.
Aipda Wibowo tak terima dengan perbuatan guru tersebut dan selanjutnya melaporkan hal tersebut ke Polsek Baito pada 26 April. Mediasi kemudian dilakukan dengan pihak berwenang setempat.
“Jadi persoalan ini sudah dimediasi dengan keterlibatan aparat desa setempat. Bahkan suami guru juga terlibat. Pelaku diimbau meminta maaf untuk menyelesaikan persoalan ini,” jelasnya.
Perkara dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur, kata Febbri, telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Andoolo (Kejari) setelah perkara dinyatakan P-21 atau lengkap, pada Rabu (16/10).
“Sudah diserahkan ke jaksa beserta barang bukti. Dia kemudian dipesan,” katanya.
Kasus ini terungkap setelah beredar pesan ‘Selamatkan Ibu Supriyani’ yang menganiaya muridnya yang merupakan anak seorang polisi hingga dibebaskan.
Sementara itu, kronologi yang diperoleh pihak sekolah yang menjadi viral di berbagai aplikasi perpesanan menyebutkan bahwa siswa tersebut diduga memberi tahu orang tuanya bahwa gurunya telah memukulnya.
“Walaupun gurunya hanya memarahi, tapi tidak memukul. Namun orangtuanya tidak terima. Bukannya mendapat masalah besar, guru dan kepala sekolah datang ke rumah untuk meminta maaf,” demikian isi laporan tersebut.
Namun, orang tua siswa yang juga berprofesi sebagai polisi itu diduga menjadikan permintaan maaf tersebut sebagai pengakuan kesalahannya saat memproses laporan polisi.
Hingga akhirnya guru tersebut mendapat panggilan ke Polda. Sesampainya di sana katanya mau minta keterangan, langsung ditangkap, suaminya disuruh pulang. Meski guru ini masih berstatus guru emeritus, namun ia memiliki anak yang masih kecil. Sudah beberapa malam dia ditangkap Polda,” lanjut pesan tersebut.
Dalam keterangannya juga disebutkan bahwa orang tua siswa tersebut sebelumnya telah meminta uang sebesar Rp 50 juta saat gurunya datang ke rumah untuk meminta maaf. Namun guru tersebut tidak mau membayar karena bersikeras tidak memukul.
Terkait dugaan tuntutan uang puluhan juta rupiah, fun-eastern.com belum menerima keterangan resmi dari pihak kepolisian.
Sementara dilansir detikSulsel, Ketua PGRI Sultra Abdul Halim Momo mengaku sudah bertemu dengan Supriyani.
Berdasarkan informasi yang diterima, Supriyani sempat dimediasi oleh Kepala Desa, namun orang tua terduga korban Aipda Wimbovo Hasyim dan Nurfitriana meminta Supriyani membayar uang perdamaian dan mengundurkan diri sebagai guru honorer.
“Hasil pertemuan dengan Supriyani yang disampaikan Pak Desa siap diajukan, beliau (Pak. Dessa) akan menyelesaikan kasus ini. Pertama dia (Supriyani) harus bayar Rp 50 juta, kedua dia harus bilang sebagai guru. Apa ini Dia diminta mundur, padahal tidak berbuat apa-apa, kata Halim kepada wartawan, Senin (21/10).
Halim mengaku kasihan pada Supriyani dan meminta uang perdamaian sebesar Rp 50 juta. Apalagi, kondisi keuangan Supriyani dan keluarganya dinilai kurang.
“Kasihan dia hanya honorer, suaminya berjualan biasa saja, kalau minta Rp 50 juta saya tidak pikirkan. Saya tidak memfitnah, dia orang desa, ada yang khawatir, mereka bertanya kepadanya. seharga Rp 50 juta Jadi ada unsur kriminalisasi, ujarnya.
Ia pun berharap Propam Polda Sultra bisa turun tangan mengungkap kebenaran. Dia menduga ada penyalahgunaan kekuasaan dalam kasus ini.
Propam juga harusnya muncul untuk meminta (informasi). Saya curiga ada penyalahgunaan kekuasaan. Dulu, Bu Supriyani berkali-kali ngomong dari pihak Pak Wibowo (yang minta Rp 50 juta) bukan dari Pak. Desa,” ujarnya.
Supriyani ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan tersebut. Supriyani dituduh menganiaya muridnya yang merupakan anak seorang polisi.
Karena setelah mediasi tidak ada kesepakatan, maka rezim meningkatkan ke penyidikan (telah ditetapkan tersangka), kata Kapolsek South Conway AKBP Febri Siam dalam keterangannya, Senin (21/10).
Febry mengatakan Supriyani dirujuk oleh ibu korban, Nurfitriana. Nurfitriana pertama kali melihat bekas luka di paha belakang anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) itu, pada Kamis (24/4).
Saat itu dia bertanya kepada (Nurfitriana) tentang lukanya, namun anaknya menjawab terjatuh bersama ayahnya di sawah, ujarnya. (mir/anak)