Jakarta, CNN Indonesia —
Hakim tunggal Pengadilan Negeri (BN) Jakarta Selatan Afrizal Hadi menerima keputusan praperadilan paman Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbir Nur alias Brien.
Akibatnya, Mama Brin kehilangan status sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Sidang: Dalam pokok perkara: diterima sebagian dan dipenuhinya tuntutan pemohon,” hakim membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (12/11).
Hakim menilai, penetapan Paman Brin sebagai tersangka tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan mengikat.
Hakim mengatakan, Paman Brin tidak tertangkap basah (OTT), sehingga harus diinterogasi sebelum memberinya status tersangka.
Sementara itu, hakim menyebut penyidik KPK belum memeriksa paman Brin. Hal itu terungkap karena minimnya bukti yang dihadirkan tim Biro Hukum KPK dalam sidang praperadilan. Paman Brin juga tidak diundang secara sah ke persidangan.
“Pemeriksaan tidak dilakukan oleh terdakwa (KPK) sebagai calon tersangka,” kata hakim.
Hakim menolak dalil di hadapan Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyebut keberadaan Paman Prin tidak diketahui. Menurut hakim, terlalu dini untuk menyimpulkan penyidik KPK melarikan diri atau tidak diketahui keberadaannya. Hakim mengatakan hal itu karena tidak ada panggilan pemeriksaan atau daftar pencarian orang (DPO) yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Berdasarkan permohonan pemohon dan termohon serta seluruh bukti yang ada, tidak ada yang menunjukkan bahwa surat keputusan DPO dikeluarkan oleh tergugat, kata hakim.
“Tidak ada bukti adanya somasi dan paksaan serta tidak ada bukti adanya upaya untuk melayani somasi secara langsung terhadap pemohon,” lanjutnya.
Brin Mama dan enam orang lainnya ditetapkan KPK sebagai tersangka penerima hadiah atau janji dari pejabat pemerintah atau wakilnya di Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2024-2025.
Penerima: Mama Brin, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemprov Kalsel, Ahmad Solhan (SOL), Pejabat Pemukiman dan Penggadaian (PPK) Pemprov Kalsel, Yulianti Erlina (YUL), Pengelola dan Kolektor Tahfidz Darussalam atau Ahmed Pembayaran Tunai (AMD) dan Plt. Gubernur Kalimantan Selatan Agastya merupakan kepala keluarga Februari Andrean (FEB).
Mereka diduga melanggar Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12-B UU Pencegahan Tipikor serta Pasal 55 Bagian 1 KUHP.
Sedangkan donatur Sukeng Wahyudi (YUD) dan Andy Susanto (AND) merupakan pihak swasta. Sukeng dan Andy disangkakan melanggar Pasal 55(1)(a) atau (b) UU Tipikor atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55(1) KUHP. Selain paman Brin, enam tersangka ditangkap.
(RIN/DAL)