Jakarta, CNN Indonesia —
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia sedang mengkaji kemungkinan perubahan peraturan yang memungkinkan ketamin dimasukkan ke dalam kelompok psikotropika. Usulan ini muncul karena tingginya tingkat penyalahgunaan ketamin di masyarakat.
Berdasarkan laporan terbaru BPOM, sebanyak 152 ribu vial ketamine akan didistribusikan di apotek pada tahun 2024. Angka tersebut meningkat 246 persen dibandingkan tahun 2023 yang hanya mencatat distribusi 44.000 strain virus di apotek.
Kepala BPOM RI Taruna Ikrar mengatakan penjualan ketamin di apotek tidak sesuai aturan. Sesuai UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, penggunaan ketamin harus dengan resep dokter dan dalam pengawasan tenaga medis.
Oleh karena itu, Taruna pun ingin mengusulkan agar ketamin dimasukkan ke dalam kelompok psikotropika.
“Sampai saat ini [ketamin] hanya digunakan sebagai obat keras, sebagai obat bius. Prinsipnya secara farmakologi [ketamin] termasuk psikotropika. Tapi regulasi kita belum sampai di situ,” kata Taruna saat ditemui konferensi pers, Jumat (6/12), dilansir detikhealth.
Para taruna akan mengusulkan perubahan golongan ketamin di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.
“Kami akan usulkan ke Kementerian Kesehatan RI, karena domainnya [penentuan golongan obat] ada di kementerian terkait, bukan BPOM RI,” kata Taruna.
BPOM RI saat ini sedang mempelajari lebih lanjut berapa banyak obat tersebut yang bisa dilepas di apotek tanpa indikasi yang jelas.
“Obat-obatan [ketamin] ini ada yang [dijual/dijual] di apotek, ada pula yang tidak. Namun, [ketamin] ini sebaiknya belum keluar [melalui apotek biasa],” kata Taruna.
Seperti diberitakan sebelumnya, distribusi suntikan ketamin di layanan farmasi meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Sebanyak 440.000 vial ketamin akan didistribusikan pada tahun 2024, meningkat 87 persen dibandingkan tahun 2023 yang tercatat sebanyak 235.000 vial.
Yang lebih memprihatinkan lagi, distribusi ketamine di berbagai apotek umum meningkat drastis. Pembelian obat di apotek pada umumnya tidak menggunakan resep dokter dan tidak diawasi oleh tenaga medis.
Sebanyak 152.000 vial ketamin akan didistribusikan ke apotek pada tahun 2024. Angka tersebut meningkat 246 persen dibandingkan tahun 2023 yang hanya mendistribusikan 44.000 vial ketamin.
Bali menjadi daerah dengan sebaran ketamin suntik tertinggi, disusul Jawa Barat, Jawa Timur pada kategori sedang. Berikutnya DI Yogyakarta, Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Barat dalam kategori rendah. (ashar/asar)