Jakarta, CNN Indonesia —
Wakil Ketua Baleg DPR RI Ahmed Doli Kurnia mengungkap alasan RUU Perampasan Aset tidak masuk dalam Program Legislatif Nasional (Prolegnas) 2025.
Dooley mengatakan, pengesahan rancangan undang-undang perampasan aset tidak bisa dilakukan secara terburu-buru dan harus dilakukan kajian terlebih dahulu mengenai kesesuaiannya dengan sistem hukum Indonesia.
Ia menegaskan, rancangan undang-undang perampasan aset tidak layak diterapkan di Indonesia yang menggunakan aturan tertulis yang terkodifikasi sebagai sistem hukum dasarnya (Eropa Kontinental).
“Iya itu perlu kita pelajari. Tapi itu yang jadi pertanyaan, menurut saya, kalau kita lihat, undang-undang (perampasan aset) lebih cocok digunakan oleh negara yang menganut mazhab Anglo-Saxon. ” kata Dooley di Kompleks Parlemen Jakarta, Senin (18/11).
Dia melanjutkan: “Saat ini kita berada di benua Eropa. Nah, itulah yang harus kita selesaikan nanti.”
Oleh karena itu, Dooley menilai hal terpenting dalam pembahasan RUU penyitaan aset adalah merumuskan peraturan yang sejalan dengan sistem hukum Indonesia.
“Misalnya, isi materi yang ada dalam draf yang sudah disusun, kalaupun ada, tidak bertentangan dengan sistem hukum kita. Ini yang terpenting,” ujarnya.
Di sisi lain, Dooley menjelaskan RUU penyitaan dana harus dipertimbangkan kembali, meski masuk dalam program nasional legislasi jangka menengah 2025-2029.
Ia menyoroti editorial “penyitaan” dalam RUU Perampasan Aset yang dianggap salah dan tidak sejalan dengan Konvensi Internasional Anti Korupsi.
Makanya saya waktu itu bilang, kalaupun disepakati misalnya hakikat undang-undang itu bagian pemberantasan korupsi, kenapa tidak dilakukan untuk pemulihan atau pengelolaan aset, ujarnya.
RUU perampasan aset telah terhenti selama lebih dari satu dekade sejak teks RUU tersebut pertama kali disusun pada tahun 2008.
Pada tahun 2023, RUU Perampasan Aset masuk dalam prioritas Prolegnas 2023. Presiden ke-7 RI Joko Widodo juga mengirimkan surat presiden (kejutan) tentang RUU Perampasan Aset.
Keputusan Presiden Nomor R 22-Pres-05-2023 dikirimkan pada 4 Mei 2023 untuk dibahas dengan Kongres Rakyat. Namun, setahun kemudian, RUU tersebut belum juga rampung. (mab/fra)