Jakarta, CNN Indonesia –
PT Pertamina (Persero) memperkirakan konsumsi harian bahan bakar minyak (BBM), mulai dari Pertalite hingga Pertamax, akan meningkat sebanyak 5 persen pada periode Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024/2025.
Simon Aloysius Manteri, Direktur Utama Pertamina, mengatakan permintaan bensin pada periode Natal akan meningkat sebesar 5 persen, terutama dibandingkan permintaan pada kondisi normal.
“Kalau dihitung-hitung kebutuhannya akan naik 5 atau kurang dibandingkan tarif normal bensin,” kata Simon dalam jumpa pers di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Jakarta Pusat, Senin (9/12). ).
Sementara harga solar diperkirakan turun 3,3 persen pada periode Natal dibandingkan kondisi normal.
Simon mengatakan, penurunan konsumsi solar terjadi karena adanya pembatasan angkutan barang umum selama periode hari raya.
Selain itu, untuk kebutuhan LPG, Simon memperkirakan terjadi peningkatan sekitar 2,7 persen dibandingkan kondisi normal akibat aktivitas rumah tangga yang biasanya meningkat menjelang Natal.
Meski terjadi peningkatan konsumsi BBM dan LPG, ia menegaskan stok dan distribusi BBM dan LPG nasional secara umum dalam kondisi aman.
Saat ini daya tahan armada diesel terjaga 17 hari atau 94.611 kl per hari, disusul Bertalite 17 hari atau 82.572 kl per hari, BBM non subsidi semua 2-20 hari, dan LPG 15 hari atau 28.658 kl per hari. Dan bahan bakar jet 28 hari atau 14.629 kiloliter per hari.
Perusahaan Minyak Negara juga telah menyiapkan infrastruktur yang meliputi 115 SPBU, 31 SPBU LPG, lebih dari 7.780 SPBU (1.820 SPBU cadangan), 6.478 agen, dan 754 SPBU.
Selain itu, Simon juga menjamin keamanan operasional logistik kapal tanker minyak mentah, khususnya di Timur Tengah, di tengah pecahnya konflik di Suriah. Pertamina telah menyiapkan beberapa prakiraan atau jalur logistik kapal tanker minyak mentah. Namun sejauh ini kondisi aman dan terkendali.
Ia menambahkan: “Sejauh ini (konflik) Suriah, kami masih aman dan tentu saja dari segi rute kapal dan tanker kami yang melewati wilayah konflik, tentu kami berharap untuk mencarinya. rute lain yang lebih aman.”
Namun, perusahaan minyak negara juga mulai memperkirakan biaya logistik akan meningkat jika kapal tanker perusahaan terpaksa berpindah rute ke rute yang lebih panjang.
“Tentunya kita juga harus memperhatikan biaya logistik, misalnya jika melewati daerah konflik terlalu beresiko dan tentunya kita memilih jalur lain yang lebih jauh dan biayanya lebih tinggi. Kita harus memilih alternatif lain, namun situasi kita saat ini tetap aman dan terkendali,” tambah Simon.
Ia juga menekankan dampak ketegangan geopolitik di Timur Tengah terhadap fluktuasi harga minyak. Simon berharap konflik tidak berlangsung lama dan berdampak lebih besar pada sumber daya energi.
(Dell/PTA)