Jakarta, CNN Indonesia —
Korpstipikor (Kortastipikor) resmi dibentuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa hari sebelum ia meninggalkan jabatannya pada 20 Oktober 2024.
Landasan ini tertuang dalam Undang-Undang Dasar Presiden Republik Indonesia (Perpres) No. 122 Tahun 2024. Unit ini akan dipimpin oleh Irjen Utama (irjen).
Departemen ini bertugas membantu Kombes Polri dalam merencanakan, mencegah, mengusut, dan melakukan penyidikan dalam rangka pemberantasan korupsi dan pencucian uang. Kortastipikor juga bertanggung jawab melakukan pengawasan dan pengamanan aset tindak pidana korupsi.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat UGM) UGM Zaenur Rohman menilai Kortastipikor Polri belum tentu memiliki kinerja yang baik meski levelnya sudah ditingkatkan.
Itu semua kembali ke apa yang dilakukan aparat penegak hukum, ujarnya.
“Reformasi Polri bisa menambah tanggung jawab Polri dalam menangani kasus korupsi. Yakin kita berhasil memberantas korupsi di Polri? Tidak perlu. kata Zaenur kepada fun-eastern.com, Jumat (18/10).
Zaenur mengatakan, hingga saat ini tanggung jawab Polri dalam pemberantasan korupsi tetap berada pada Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Agung. Ia menilai berbagai kasus korupsi yang ditangani Polri tidak lebih bijaksana dibandingkan kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi atau Kejaksaan.
Ia pun menegaskan, korupsi di Polri masih ada dan perlu dicek. Ia menilai sebaiknya Kortastipikor Polri fokus dulu pada persoalan korupsi di Polri.
“Untuk memberantas korupsi, Indonesia harus punya sapu bersih sebelum memberantas korupsi. Kalau sapunya kotor, tidak bisa. Kalau institusinya bersih, maka kita berharap berhasil dalam pemberantasan korupsi.” katanya.
Komisi Pemberantasan Korupsi tidak boleh hanya menjadi pengamat
Koordinator organisasi antikorupsi Indonesia Boyamin Saiman mengatakan, pembentukan Kortastipikor akan berdampak besar terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia.
Ia menilai pemberantasan korupsi di Indonesia semakin cerah karena aparat penegak hukum disibukkan dengan berbagai upaya.
Karena korupsi harus diberantas dengan instansi pemerintah yang kuat,” kata Boyamin.
Meski demikian, Boyamin menyebut lembaga antirasuah (KPK) masih perlu diperkuat meski Kortastipikor Polri sudah ada.
Ia menjelaskan, perlu adanya koordinasi dan kesinambungan antar aparat penegak hukum dalam menangani korupsi di Indonesia.
“Hubungannya dengan KPK apa? Ya, KPK masih perlu diperkuat. Maka keterlibatannya juga kuat. Padahal, ini juga salah satu bentuk penguatan KPK,” ujarnya. .
Boyamin menilai KPK akhir-akhir ini hanya menjadi ‘bystander’ ketika lembaga penegak hukum lain seperti Kejaksaan giat memberantas korupsi. Kejaksaan Agung saat ini sedang diperkuat karena sering terjadi kasus korupsi dan kerugian keuangan pemerintah.
Sementara itu, kata dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mengandalkan operasi over the air (OTT) untuk menghasilkan alat bukti lain yang belakangan ini langka.
“KPK selama ini tidak berbuat apa-apa, OTT, OTT membuat bukti-bukti, sehingga lama kelamaan KPK ketinggalan kereta. ‘korupsi karena hanya fokus pada OTT, pencegahannya juga buruk dan tidak sesuai janji yang mereka buat,” kata Boyamin.
Jadi ini bahasa asing saya, ini kompetisi. Penuntutannya bagus, polisi mau bagus, jadi komisi antirasuah harus bagus, ujarnya.