Jakarta, CNN Indonesia —
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan kemungkinan cuaca ekstrem melanda Bali pada awal tahun 2025.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat berkunjung ke Denpasar, Minggu (15/12), menegaskan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi keadaan tersebut, antara lain fenomena La Nina dan negatif Indian Ocean Dipole (IOD).
Situasi global ini meningkatkan jumlah curah hujan di Indonesia, termasuk Jawa Timur dan Bali. Meski fenomena ini diperkirakan netral pada awal tahun 2025, namun masyarakat harus waspada terhadap ancaman banjir, tanah longsor, dan gelombang tinggi, kata Davikurita, dalam pernyataan resminya. , dikutip Senin (16/12).
BMKG dalam laman resminya mengingatkan wilayah Bali berpotensi mengalami curah hujan sedang hingga sangat tinggi, terutama di wilayah Tabanan, Badung, Gianyar, Bengali, dan Denpasar.
Potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan angin kencang diperkirakan akan meningkat terutama pada periode 15-21 Desember 2024.
Selain itu, tinggi gelombang yang mencapai 2,5 hingga 4 meter di perairan selatan Bali mengancam aktivitas pelayaran dan penangkapan ikan. BMKG mengimbau masyarakat pesisir, termasuk nelayan, menghindari aktivitas di laut pada periode cuaca buruk ini.
Davikurita sebelumnya mengatakan, libur Natal dan Tahun Baru akan dibarengi dengan curah hujan yang cukup tinggi karena merupakan puncak musim hujan yang bertepatan dengan fenomena La Nina lemah.
Davikurita mengatakan, puncak musim hujan pada bulan Desember terjadi di sebagian wilayah Jawa, khususnya bagian selatan. Kemudian, pada bulan Januari peak season di Pulau Jawa terjadi di bagian utara tengah.
Oleh karena itu, dia meminta pihak terkait mewaspadai peningkatan curah hujan yang cukup tinggi tersebut karena dapat mempengaruhi mobilitas masyarakat saat libur Natal, khususnya di Sumatera dan Jawa.
Selain karena puncak musim hujan, Davikurita mengatakan curah hujan juga bisa lebih tinggi karena lemahnya fenomena La Nina. Fenomena ini berpotensi meningkatkan curah hujan hingga 20 persen.
“Bersamaan dengan musim hujan ini memiliki Nina yang lemah sehingga berdampak pada peningkatan jumlah curah hujan yang mencapai 20 persen dari prediksi normal,” jelasnya.
Selain itu, ada dua fenomena lain yang mungkin mempengaruhi curah hujan di wilayah barat Tanah Air, yaitu hembusan udara dingin dari dataran tinggi Siberia dan awan dari Samudera Hindia.
Semburan udara dingin, kata Davikurita, bahkan bisa menyebabkan banjir yang sangat parah di Jakarta, seperti pada Januari 2020. Ia mengatakan, banjir besar bisa saja terjadi dalam skenario terburuk.
Udara dingin sendiri menyebabkan angin kencang, gelombang tinggi, dan hujan lebih banyak.
Sementara itu, pergerakan pita awan dari wilayah barat Indonesia juga dapat meningkatkan curah hujan. Awan ini sudah masuk ke wilayah Indonesia dan semakin banyak hujan, namun terus bergerak ke arah timur.
“Saya berharap tanggal 20 hingga 28 sudah bergerak ke timur,” kata Davikurita penuh harap. (wnu/dmi)