Jakarta, CNN Indonesia —
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan penangkapan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah tidak dilakukan secara tiba-tiba.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan, aksi tersebut melalui proses panjang dengan mendapat penyidikan kasus dugaan pemerasan dan pemerasan sejak Mei tahun lalu.
“Kasus ini bermula dari penyidikan pada bulan Mei, jadi sebenarnya sudah lama. Jadi proses penangkapannya tidak mendadak tapi didahului dengan proses penyidikan berdasarkan informasi dari masyarakat tentang mobilisasi terkait partisipasi calon gubernur dan tersangka. Pilkada nanti November, Rabu nanti akan dilakukan pemungutan suara,” kata Alex dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (24/11) malam.
Hal ini disampaikan Alex menanggapi keberatan tim kuasa hukum Rohidin yang menyebut KPK bias karena melakukan penangkapan di masa tenang pilkada. Rohidin selaku petahana bersama Meriani akan melawan Helmi Hasan-Mian pada pilkada tahun ini.
Alex menambahkan, berdasarkan bukti yang cukup, KPK sepakat untuk mengangkat status hukum Rohidin dari penyidikan atau saksi menjadi tersangka. Ada dua orang lainnya yang juga ditangkap dan dijadikan tersangka. Yakni Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri dan ajudan Gubernur Evriansyah alias Anca.
“Penuntutan dihadiri oleh tiga orang pimpinan yaitu saya sendiri, Pak Nawawi dan Pak Tanak, dan berdasarkan cukupnya alat bukti maka kami sepakat untuk membawa kasus ini ke tahap penyidikan. Pak Tanak pun memberikan persetujuan, artinya dia sudah tidak keberatan dengan kegiatan penangkapan tersebut, kata Alex.
Rohidin dan dua tersangka lainnya diduga melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 KUHP.
Para tersangka langsung ditahan selama 20 hari pertama, terhitung sejak 24 November 2024 hingga 13 Desember 2024 di Rutan Departemen KPK.
Dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Sabtu malam (23/11), KPK menangkap total delapan orang. Lima orang lainnya dibebaskan karena berstatus penyidik atau saksi.
Kelima orang tersebut adalah Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Bengkulu Syarifudin, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Bengkulu Syafriandi, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu Saidirman, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu Saidirman, Kepala Pemerintahan dan Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Bengkulu Ferry Ernest Parera, dan Direktur Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Bengkulu, Tejo Suroso. (ryn/tsa)