Jakarta, CNN Indonesia —
Pemerintah baru Suriah mengatakan ingin mendukung perdamaian di wilayah tersebut.
Hal itu terungkap usai pertemuan antara pemimpin baru Suriah Ahmed al-Sharaa atau Abu Mohammed al-Julani dan delegasi diplomatik Amerika Serikat (AS) pada Jumat (20/12) malam.
“Atas nama Suriah, rakyat Suriah berdiri pada jarak yang sama dari semua negara dan partai di kawasan dan menolak perpecahan yang memecah belah Suriah,” kata pemerintah Suriah, menurut laporan AFP.
Dia menekankan bahwa Suriah ingin mempromosikan perdamaian di kawasan dan membangun kemitraan strategis dengan negara-negara di Timur Tengah.
Seorang pejabat Suriah sebelumnya mengatakan bahwa pertemuan antara al-Sharaa dan delegasi AS yang dipimpin oleh utusan AS untuk Timur Tengah Barbara Laff berlangsung positif.
Sekadar informasi, Al-Sharaa, pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kelompok Islam yang merebut kekuasaan di Damaskus, juga pernah menjadi sasaran sanksi AS di masa lalu.
Namun setelah kontak resmi pertama mereka di Damaskus Jumat lalu, pemerintah AS mengumumkan telah membatalkan tawaran hadiah sebesar $10 juta bagi siapa saja yang berhasil menangkap al-Sharaa, atau setara dengan $162 miliar.
Berdasarkan diskusi kami, kami memberi tahu mereka bahwa kami menangguhkan proposal penghargaan, kata Leaf.
Menurut Leaf, dia memberi tahu al-Shariah tentang kebutuhan mendesak untuk memastikan bahwa kelompok teroris di dalam atau di luar Suriah tidak dapat menimbulkan ancaman, termasuk terhadap Amerika Serikat dan sekutu kami di wilayah tersebut.
Leaf mengatakan Al-Sharaa berkomitmen untuk melakukan hal tersebut.
HTS, yang memimpin koalisi kelompok bersenjata yang meraih kemenangan di Damaskus, memutuskan hubungan dengan jihadisme dan berusaha meyakinkan masyarakat bahwa negara tersebut sedang bangkit kembali setelah hampir 14 tahun dilanda perang saudara.
Perancis, Jerman, Inggris dan PBB telah mengirim utusan ke Damaskus dalam beberapa hari terakhir untuk berhubungan dengan pihak berwenang.
Negara-negara Barat mewaspadai disintegrasi negara tersebut dan bangkitnya kelompok jihad Negara Islam (ISIS), yang masih belum sepenuhnya terhapuskan di negara tersebut. (del/asr)