Jakarta, CNN Indonesia –
Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sekaligus Ketua DGP PDPP Jasona Laoli mengatakan Mahkamah Agung (MA) telah diperiksa penyidik tipikor untuk meminta fatwa pengganti sementara (PAW). Harun Masiku
Informasi itu disampaikan Yasona hari ini, Rabu (18/12) usai diperiksa sebagai saksi kasus suap mantan calon PDP MLA Harun Masiku.
Surat itu ditandatangani Jasanna selaku Ketua DPP PDP saat itu, bersamaan dengan permintaan penerbitan fatwa ke Mahkamah Agung.
Usai diperiksa, Yasona mengatakan, “Kami meminta fatwa dan saya menandatangani permintaan fatwa tersebut karena ada perbedaan penafsiran antara CPU dan DPP terkait perolehan suara calon MLA yang telah meninggal.”
Fatwa MA tentang PAW Harun Masiku dijelaskan oleh Arif Budiman, Ketua KPU Indonesia saat itu.
Dia menjelaskan, fatwa MA yang membatalkan pengangkatan Rizki Aprilia sebagai anggota KDR RI 2019, menyerahkan kader PDP Nazaruddin Kimas yang memperoleh suara terbanyak kepada Harun Masiku. musim 2024
Namun, ditegaskan Arif, KPU menolak fatwa MA tersebut karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam Peraturan KPU 6 Tahun 2019 tentang Perubahan dan Penambahan. Peraturan KPC No Anggota
Arif menjelaskan hal itu pada 28 Februari 2020 usai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Jasona pun mengaku sempat diperiksa penyidik KPK terkait persoalan regulasi seperti riwayat pribadi, surat keterangan (SK) DPP PDIP, dan surat-surat lainnya.
Namun, sebagai Ketua KPK, dia mengaku pertanyaan utama yang diajukan penyidik adalah surat ke Mahkamah Agung (MA) yang meminta fatwa.
Ia mengklarifikasi, permintaan fatwa tersebut dikirimkan bersamaan dengan putusan Mahkamah Agung Nomor 57/P/HUM/2019 tanggal 19 Juli 2019.
Ia mengatakan, putusan MA Nomor 57 itu diambil karena adanya perbedaan penafsiran pasca uji materiil dalam proses penjaringan calon.
“Setelah itu KSDP mengirimkan surat penetapan calon wakilnya dan kemudian KPU memberikan jawaban berbeda,” ujarnya.
Komite Pemberantasan Korupsi (PKC) menetapkan Haroon Masiku sebagai tersangka kasus penerimaan suap pejabat pemerintah terkait rekrutmen calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 di KPU.
Sejak 17 Januari 2020, Haroon terus menerus hilang panggilan penyidik KPK hingga masuk Daftar Pencarian Orang (DPO). Ia dikabarkan melakukan perjalanan ke Singapura dan kembali ke Indonesia pada tahun 2020.
Saat itu, Jessena menjabat sebagai Menteri Penumpang Masuk dan Keluar Indonesia melalui Direktorat Jenderal.
Badan Pemberantasan Korupsi juga baru-baru ini merilis surat DPO terkini yang berisi foto mantan calon PDIP.
(mab/wis)