Jakarta, CNN Indonesia –
Pada Senin (16/12) terjadi ledakan keras di Tartus setelah tentara Israel menyerang kawasan pelabuhan Suriah.
Euronews melaporkan, kawasan tersebut merupakan pangkalan Angkatan Laut Rusia (AL) di Suriah. Setelah jatuhnya rezim Bashar al-Assad, Kremlin mulai menarik pasukan dan instalasi militer negara tersebut dari Suriah secara bertahap.
Reporter Al-Mayadeen melaporkan bahwa serangan itu terjadi pada dini hari ketika Israel mengintensifkan serangannya terhadap pangkalan militer Suriah.
Serangan tersebut mengakibatkan ledakan besar yang menewaskan dan melukai banyak orang. Seorang koresponden Al Mayadeen mengatakan serangan itu disebabkan oleh getaran yang mirip dengan gempa bumi yang dikutip Al Jazeera.
Media Israel yang melaporkan serangan itu menjuluki pemboman besar-besaran itu sebagai “Hiroshima di Tartus” karena intensitas ledakannya.
Video yang beredar di media sosial memperlihatkan asap mirip jamur mengepul dari lokasi pengeboman.
Menurut peneliti Richard Cordaro, sinyal ledakan dari serangan tersebut merambat dua kali lebih cepat dari gempa biasa.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) mengatakan Israel melakukan serangan, salah satunya menargetkan gudang rudal permukaan-ke-permukaan.
“Ledakan di Tartus sangat dahsyat. Beberapa ahli mengatakan ledakan itu mungkin terjadi di lokasi pembuatan senjata kimia,” kata Rasool Serdar dari Al Jazeera.
Pasca jatuhnya rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad, Israel menginvasi beberapa wilayah di sepanjang perbatasan negaranya. Israel mengklaim serangan itu dilakukan untuk mencegah militer Suriah menggunakan milisi untuk menyerang negara Zionis.
Selain menyerang Tartus, Israel juga membombardir situs-situs di dalam dan sekitar ibu kota Damaskus, khususnya di sekitar Gunung Qaziyoun. Serangan itu mengenai sistem radar dan sistem pertahanan udara Suriah. (blq/baca)