Jakarta, CNN Indonesia –
Pemerintah Kota (Pemkot) Solo menunjukkan keseriusannya dalam mengatasi masalah stunting atau gizi buruk dengan melakukan intervensi dalam berbagai cara, terutama dari keluarga sebagai tempat terdekat dengan anak.
Pada Konferensi Pembangunan Kemiskinan tingkat kabupaten/kota di eks Karesidenan Surakarta dan eks Karesidenan Pati di Surakarta, Jawa Tengah Maret lalu, Plt. Wali Kota Teguh Prakosa mengungkapkan, 90 persen penyebab stunting adalah kemiskinan, 10 persen diantaranya karena konflik keluarga, sehingga anak tidak mendapat pengasuhan dari orang tuanya.
“Sampai tahun 2045 pendapatan penduduk Indonesia 70 persen penduduk Indonesia pada kelompok umur 30-45 tahun akan bodoh, stunting. Usia sudah datang, tapi cacat fisik akan merusak otak, protein tidak diberikan. kata Teguh.
Untuk itu, Teguh mengatakan perlu adanya intervensi pemerintah dengan menggunakan kekerasan untuk menekan virus tersebut untuk untuk untuk untuk agar agar agar agar agar agar agar agar agar agar agar agar agar untuk untuk upaya penghapusan stunting dilakukan Pemerintah Kota Solo melalui berbagai inisiatif seperti pemberian pendidikan gizi ASI (MPASI) dan pola makan sehat yang bersih.
Selain itu, Pemkot Solo juga meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan, termasuk pemeriksaan kesehatan rutin bagi ibu hamil dan anak di bawah lima tahun (anak kecil). Tim medis dari Puskesmas akan siap membantu ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak.
Bagi para orang tua, dapat dihadirkan Kelompok Orang Tua Menyusui atau KP-ASI, Bintangku Baby Cafe dengan makanan berstandar WHO serta pijat baby spa untuk bayi berisiko stunting dan Dapur Sehat atau DASHAT.
Remaja putri menerima tablet transfusi darah (TTD) yang dibagikan sekolah seperti yang dilakukan SMPN 5 Solo. Di sekolah, siswa juga diajarkan tentang konsep kesehatan dan kesejahteraan, sekaligus menjadikan kebiasaan sarapan pagi sebagai bagian dari gaya hidup sehat.
Sementara itu, di lingkungan Rukun Tetangga/Rukun Warga (RT/RW), Pemerintah Kota Solo menerapkan “Aturan Dilarang Merokok” (KTR) di banyak wilayah untuk melindungi anak-anak dari paparan asap langsung.
Misalnya, warga RW 29 Mojosongo mendirikan “Saung Rokok” yakni tempat khusus merokok di luar pemukiman. Diketahui bahwa merokok dapat meningkatkan risiko stunting.
Cara ekonomi untuk mengatasi stunting merupakan cara yang sulit dan berkelanjutan. Dengan memperkuat keuangan keluarga dan masyarakat, akses terhadap pangan dan kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga peningkatannya dapat ditekan hingga rendah
Oleh karena itu, Teguh menghimbau agar masyarakat, para ahli, pengusaha, tokoh agama, dan seluruh pihak lainnya dapat bekerja sama untuk berperan penting dalam menurunkan angka stunting di Surakarta.
“Kota Solo sangat penting dalam menurunkan stunting. Untuk itu kita harus melakukan intervensi terhadap semua penyebab risiko stunting. Kita harus bersama-sama memberikan edukasi kepada generasi muda, calon pengantin, ibu hamil dan seluruh masyarakat. keluarga,” kata Teguh.
“Pasti ada caranya, seperti usaha, dukungan keluarga, cara mengasuh anak, ilmu, dan pemanfaatan sumber daya yang ada,” tambah Teguh. (kembali / naik)