Jakarta, CNN Indonesia —
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengungkapkan kapasitas industri kelapa sawit Indonesia saat ini mencapai Rp 729 triliun. Namun angka tersebut berpotensi meningkat signifikan hingga Rp 1,008 triliun jika pemerintah memperbaiki tata kelola sektor ini.
Hal tersebut disampaikan Yeka pada acara pemaparan Laporan Analisis Penelitian Sistematis 12 Instansi Terkait: Pencegahan Mismanagement dalam Pelayanan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit, di Jakarta pada Senin (18/11).
Yeka menekankan pentingnya tata kelola yang lebih baik untuk menjadikan industri kelapa sawit sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Karena ada nilai yang luar biasa dalam perubahan pemerintahan. Ombudsman melihat ada penguat yang nilainya sekitar Rp 300 triliun per tahun Rp 279 triliun. Nah, hal ini akan membantu meningkatkan nilai kapasitas industri kelapa sawit yang kini bernilai sekitar Rp 729 triliun. Jadi kalau dijumlahkan berarti Rp 1,008 triliun,” kata Yeka.
Dalam kesempatan tersebut, Yeka menjelaskan lima rekomendasi utama Ombudsman kepada pemerintah untuk meningkatkan daya saing industri kelapa sawit.
Pertama, pemerintah harus menyelesaikan masalah tumpang tindih lahan dengan mengatur lahan yang sudah mempunyai hak atas tanah namun masih termasuk dalam kawasan hutan. Langkah ini dinilai krusial untuk memberikan kepastian hukum kepada pelaku industri.
Kedua, Ombudsman mendorong percepatan penerapan Standar Dasar Tata Kelola Perkebunan (STDB) dan Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO) dengan kebijakan yang lebih komprehensif. Saat ini pencapaiannya dinilai sangat lambat, hanya 1 persen sehingga perlu langkah lebih progresif.
Ketiga, Ombudsman merekomendasikan agar izin pabrik kelapa sawit dialihkan dari kementerian teknis seperti Kementerian Pertanian ke Kementerian Perindustrian. Kementerian teknis hanya akan memberikan rekomendasi teknis, sedangkan izin akan diberikan oleh Kementerian Perindustrian.
Keempat, Yeka menekankan perlunya kebijakan komprehensif mengenai jaminan harga minyak sawit. Kebijakan ini harus dibarengi dengan sanksi tegas bagi pelaku usaha yang tidak menghormati aturan penetapan harga yang telah ditetapkan.
Terakhir, Ombudsman mengusulkan pembentukan badan khusus yang dipimpin oleh Presiden yang bertugas mengelola industri sawit dari hulu hingga hilir.
Badan ini akan mengoordinasikan seluruh kebijakan teknis secara terpusat untuk memastikan tata kelola lebih terukur dan dipantau dengan lebih baik.
Heka juga mengatakan Indonesia bisa belajar dari Malaysia yang sudah memiliki Malaysian Palm Oil Board (MPOB) sebagai badan terpadu tata kelola industri kelapa sawit.
“Malaysia sudah punya yang seperti itu, Indonesia juga harus punya agar kita bisa bersaing satu sama lain,” tegasnya.
Menurut Yeka, perbaikan tata kelola industri sawit tidak hanya meningkatkan persaingan di pasar global, tetapi juga berpotensi menjadi mesin baru perekonomian nasional.
“Nah, pemerintah kita butuh mesin baru untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen, mengentaskan kemiskinan, menyerap tenaga kerja dan salah satunya memperbaiki sistem sawit,” pungkas Yeka.
(lat/agustus)