Jakarta, CNN Indonesia —
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) Ardito Muwardi menilai pernyataan pembelaan (pleidoi) yang dibacakan terdakwa Harvey Moise di persidangan pada Rabu (18/12) hanya berisi sedikit konten dan sarat sensasi serta khayalan. Harvey. . .
Apalagi, menurut jaksa, dari awal hingga akhir persidangan, Harvey sama sekali tidak mengungkapkan penyesalan sedikit pun atas keterlibatannya dalam kasus timah dan terlibat dalam tindak pidana korupsi.
Faktanya, terdakwa selalu menampilkan dirinya sebagai korban atau korban dari tindak pidana yang terjadi, kata jaksa dalam sidang pembacaan jawaban gugatan (Refleks) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tifikor) Jakarta. Kamis (19/12).
Selain itu, lanjut jaksa, Harvey juga selalu menjadi pahlawan kemanusiaan bagi masyarakat setempat, termasuk memberikan sumbangan sebesar Rp15 miliar untuk membangun unit perawatan intensif di rumah sakit umum yang tidak ada bukti penyerahan atau penerimaannya. uang.
Selain itu, jaksa menambahkan, Harvey memiliki motif lain, seperti membantu membiayai kelahiran anak yang kesulitan keuangan tanpa ada bukti transfer uang, dan menyumbangkan peralatan COVID-19 kepada masyarakat luas tanpa bukti. Pembelian atau pengiriman peralatan.
Menurut jaksa, berbagai argumen tersebut menimbulkan kesan bahwa Harvey adalah pahlawan kemanusiaan yang sangat dermawan.
Namun JPU mencatat, sayangnya seluruh tuntutan terdakwa tidak terbukti dan hanya dijelaskan di pengadilan oleh saksi dari pihak penuntut, yang keterangan dan keandalannya sangat diragukan.
Oleh karena itu, tuntutan sepihak tergugat bukan hanya tidak benar, tetapi juga terkesan sangat tidak masuk akal.
Dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah oleh PT Timah Tbk di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP). Pada tahun 2015 hingga 2022, Harvey akan divonis 12 tahun penjara sebagai perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin.
Tak hanya bui, suami kondang Sandra Devi itu juga dijerat denda Rp 1 miliar dengan syarat bakal dipenjara setahun jika denda tak dibayar.
Harvey juga diperintahkan membayar denda tambahan sebesar 210 miliar euro sebagai ganti rugi, yaitu enam tahun penjara.
Atas perbuatannya, Harvey dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Korupsi 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20 Tahun 2001. Pasal 1 Pasal 55 (1) UU tersebut Hukum Pidana dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo. Pasal 55, Pasal 1 KUHP, seperti pada dakwaan pokok pertama.
Dalam kasus ini, Harvey bersama Direktur PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim didakwa menerima Rp 420 miliar dan melakukan TPPU dengan membeli berbagai barang mewah. (Antara/bukan)