Jakarta, CNN Indonesia —
Ketika suhu global meningkat dan dampak aktivitas manusia terhadap lingkungan meningkat, kemampuan hutan dan lautan untuk menyerap karbon akan menurun. Penurunan ini menimbulkan ancaman signifikan terhadap upaya mengatasi krisis iklim dan risiko yang ditimbulkannya.
Sekelompok peneliti di Eropa yang mempelajari strategi kehutanan dan perubahan penggunaan lahan tahun lalu menemukan bahwa hutan tropis, yang sebelumnya berperan penting dalam menyerap karbon dioksida (CO2) dari atmosfer, kini memiliki kapasitas penyerapan yang sangat berkurang.
Laju penurunan ini sangat mengejutkan – dari sekitar 1.284 ton karbon per tahun pada tahun 1990an menjadi sekitar 881 ton karbon per tahun pada tahun 2010an. Pengurangan drastis ini terutama disebabkan oleh penggundulan hutan, perubahan penggunaan lahan, penebangan dan pertanian.
Praktik ini tidak hanya mengurangi tutupan hutan tetapi juga mengganggu proses alami yang penting untuk menjaga kesehatan fungsi ekosistem.
Sementara itu, di hutan beriklim sedang, yang terjadi justru sebaliknya: penyimpanan karbon meningkat karena praktik pengelolaan yang lebih baik seperti upaya kehutanan berkelanjutan dan reboisasi.
Di sisi lain, hutan boreal (sebagian besar memiliki empat musim) juga menghadapi penurunan kemampuan penyerapan karbon yang signifikan. Ekosistem bumi bagian utara telah menurun sebesar 36 persen akibat penyerap karbon dalam beberapa tahun terakhir.
Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh faktor-faktor stres yang berkaitan dengan perubahan iklim, seperti meningkatnya kebakaran hutan dan serangan serangga, yang semakin memperburuk kerentanan di lingkungan yang sudah rentan.
Dampak terhadap penyerap karbon laut
Penelitian serupa juga pernah dilakukan para ilmuwan di lautan. Lautan kini menyerap sekitar seperempat hingga setengah emisi karbon yang dilepaskan ke udara.
Namun fungsi vital tersebut terancam oleh berbagai hal, termasuk pengasaman air laut. Kelebihan karbon yang dilepaskan ke atmosfer akan diserap oleh air laut dan menyebabkan tingkat keasaman. Biota laut seperti kerang dan moluska akan kesulitan bertahan hidup dan berkembang biak di air asam.
Akibatnya akan terjadi gangguan pada rantai makanan di laut yang pada akhirnya akan merusak ekosistem. Laut yang semakin asam juga memutihkan karang (coral bleaching) hingga mati pada waktunya dan menyebabkan rusaknya biota di sekitarnya.
Ditambah dengan kenaikan suhu, pengasaman laut akan melemahkan kemampuan laut untuk menyimpan karbon.
Perairan yang lebih hangat juga menyebabkan perluasan spesies dan penurunan populasi fitoplankton, yang penting untuk penyerapan karbon.
Tanpa strategi konservasi yang cepat dan tepat, kondisi hutan dan lautan diperkirakan akan semakin memburuk.
Hutan tropis di Lembah Amazon di Amerika saat ini mengalami kekeringan dan penggundulan hutan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, hutan hujan tropis telah menjadi sumber emisi karbon. Hutan tropis yang bertahan dengan relatif baik terdapat di Cekungan Kongo dimana fungsi penyerapan karbonnya terus berlanjut di tengah perubahan global saat ini.
(dsf/dmi)