Jakarta, CNN Indonesia —
Wakil Presiden Bidang Pemberdayaan dan Pembangunan Daerah Indonesia Transport Community Center (MTI), Djoko Sitijuarno, meyakini Indonesia sedang mengalami krisis transportasi umum.
Pernyataan itu disampaikan Djoko setelah angkutan umum berhenti beroperasi di beberapa kota, salah satunya Trans Metro Diwata di Bali.
Ia melihat banyak kota di Tanah Air yang sudah tidak memiliki layanan transportasi umum. Djoko mencatat, sejak tahun 2005 masyarakat sudah mulai menggunakan sepeda motor dibandingkan angkutan umum.
“Jumlah masyarakat yang menggunakan angkutan umum komuter cenderung menurun. Kondisi angkutan umum perkotaan di banyak kota sudah tidak berfungsi lagi,” kata Djoko dalam keterangan resmi, Sabtu (4/1).
Menurut dia, hal tersebut bisa berdampak pada penggunaan dan impor bahan bakar minyak bersubsidi dan meningkatkan angka kecelakaan lalu lintas.
Djoko mencatat, hanya 10 persen angkutan pedesaan yang beroperasi dalam 15 tahun terakhir. Anda melihat penurunan jumlah angkutan umum di perkotaan dan pedesaan karena masyarakat lebih memilih akses sepeda motor yang lebih murah dan mudah.
Sebab, sejak tahun 2005, pembelian sepeda motor dimuka dan mampu membayar bulanan membuat masyarakat beralih menggunakan sepeda motor untuk packing.
Ia juga mencatat pangsa angkutan umum di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan kota-kota lain di Indonesia masih kurang dari 20 persen. Sementara dibandingkan kota-kota di Singapura, Hong Kong, dan Jepang, penggunaan angkutan umum sudah mencapai lebih dari 50 persen.
Djoko memperkirakan penyediaan layanan angkutan umum di perkotaan masih jauh lebih rendah dibandingkan kota besar lainnya. Selain itu, ia menilai keterbatasan sistem transportasi umum di perkotaan akan menghambat pertumbuhan ekonomi.
“Jakarta, Surabaya, dan Bandung termasuk kota yang paling padat di Asia. Karena kemacetan, peningkatan urbanisasi sebesar 1 persen hanya meningkatkan PDB per kapita sebesar 1,4 persen. mengacu pada data Babina tahun 2024: “Kami memiliki 2,7 persen.”
Djoko juga menjelaskan penggunaan transportasi umum mempunyai potensi untuk memajukan perkotaan. Menurutnya, tanpa transportasi umum, jalanan akan semakin padat, polusi udara akan semakin parah, dan perekonomian negara akan melambat.
Menurutnya, transportasi umum merupakan sarana perjalanan yang paling ramah lingkungan dan berkelanjutan, selain berjalan kaki dan bersepeda.
Selain itu, Djoko mengatakan penggunaan transportasi umum merupakan salah satu upaya paling efektif yang dapat dilakukan untuk menghemat energi. Sekitar 85% emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi berkaitan dengan sistem transportasi umum.
Djoko juga mengkritik pemerintah, dalam hal ini Menteri Perhubungan, yang mengaku tidak pernah mengundang DPRD kabupaten/kota untuk membahas program transportasi, termasuk angkutan umum.
“Pada saat yang sama, para pelaksana transfer online sudah menjadi sponsor dan pembicara dalam pertemuan-pertemuan forum Pimpinan Daerah/Pimpinan DPRD yang mendorong hadirnya transfer online,” tegasnya.
“Sinyal telah ditanamkan di benak para pemimpin daerah bahwa tidak perlu lagi khawatir terhadap penyediaan transportasi umum, di daerah kini telah tersedia transportasi online sebagai alternatifnya,” kata Djoko.
Djoko juga menyebut pemerintah tidak peduli dengan perintisan angkutan jalan raya. Menurut dia, hampir 100 persen armada yang dioperasikan tidak laik jalan.
“Pada saat yang sama, anggaran subsidinya juga kecil, sekitar 10 persen dukungan subsidi pemerintah untuk KRL Jabodetabek. Padahal angkutan jalan unggulan melayani masyarakat di daerah terpencil dan perbatasan,” ujarnya.
Trans Metro Dewata akan berhenti beroperasi pada 31 Desember 2024. Hal ini disebabkan berakhirnya bantuan dukungan yang diberikan Ditjen Perhubungan sejak tahun 2020. Sementara itu, pemerintah kabupaten setempat tidak memiliki anggaran untuk mendukung operasionalnya pada tahun ini.
Di Yogyakarta, layanan Sahabat Bus Jogja juga berhenti beroperasi pada 1 Januari 2025 setelah beroperasi sejak 2 Oktober 2020.
(del/chf)