Jakarta, CNN Indonesia –
Memilih investasi yang tepat adalah kunci untuk menghasilkan uang sebanyak-banyaknya. Namun, tidak semua investasi selalu membawa keberuntungan.
Di tengah persaingan perekonomian global, banyak instrumen investasi yang diperkirakan akan menghadapi kesulitan sehingga kurang diminati pada tahun 2025.
Berikut sejumlah instrumen investasi yang diperkirakan akan menghadapi kesulitan dan imbal hasil rendah pada tahun 2025: 1. Reksa Dana Berisiko Tinggi
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan pasca pertemuan Presiden AS Donald Trump pada 20 Januari 2025, akan terjadi ketidakpastian politik dan bisnis. Situasi ini bisa menyebabkan banyak saham anjlok dari level tertingginya.
Artinya, kalau kita ingin menghindari risiko, jauhi produk-produk yang berisiko tinggi, seperti produk batu bara. Ini berbahaya karena pada tahun 2025, ketika perang bisnis selesai, banyak produk di sektor-sektor tersebut yang akan tumbang, kata Ibrahim. . untuk fun-eastern.com, Jumat (27/12).
Ia menjelaskan, batu bara mencapai puncaknya pada masa pandemi Covid, namun pada tahun 2025 sektor ini diprediksi akan menghadapi krisis, terutama minyak yang tersedia lebih banyak kalori.
Selain itu, berakhirnya perang dagang kemungkinan akan membuat dolar AS menguat. Oleh karena itu, mata uang lain melemah sehingga harga energi juga tertekan.
Senada, Analis Pasar Uang Doo Financial Futures Lukman Leong juga menyarankan untuk menghindari komoditas energi, termasuk batu bara, pada tahun depan.
“Permintaan minyak mentah global diperkirakan akan turun seiring dengan transisi ke energi terbarukan dan kendaraan listrik,” jelas Lukman.
Diperkirakan harga batu bara berkisar US$100, sedangkan minyak mentah sekitar US$60.
2. Kripto
Aset kripto merupakan salah satu instrumen investasi yang paling berisiko. Sebagai mata uang digital yang nilainya tidak dikendalikan oleh pemerintah atau bank sentral, melainkan oleh teknologi blockchain, kripto memiliki volatilitas yang tinggi.
Menurut Ibrahim, masa keemasan kripto akan terjadi pada tahun 2024. Namun ia mengingatkan bahwa Bank Sentral AS (The Fed) masih belum mengakui kripto sebagai bentuk pembayaran.
“Pada tahun 2025, masa kejayaan kripto kemungkinan besar akan berakhir, dan nilainya akan kembali turun,” jelasnya.
3. Saham Farmasi
Ibrahim juga mencatat bahwa industri farmasi sedang menghadapi tantangan yang sulit. Pada tahun 2024, banyak perusahaan farmasi yang mengalami penurunan operasional, terutama akibat ketatnya persaingan dengan perusahaan farmasi luar negeri. Hal ini menyebabkan banyak produk farmasi mengalami penurunan.
“Meski masih ada investor yang suka menyimpan saham, namun saham-saham tersebut tetap berisiko. Dalam dunia yang tidak menentu, situasi ini bisa saja terjadi. Kita harus ingat. Ingat, saat Trump menjabat, banyak saham yang anjlok akibat krisis ekonomi yang sedang berlangsung,” dia dikatakan. .
(del/sfr)