Jakarta, CNN Indonesia.
Jika Anda berencana memulai Saat Telepon Berdering, bersiaplah untuk kecewa pada akhirnya. Drama yang viral baru-baru ini gagal mempertahankan kepadatan narasi yang konsisten hingga akhir.
When the Phone Rings adalah drama romantis menegangkan yang mencakup semua kiasan kisah romantis di episode pertamanya, seperti perjodohan, musuh bagi kekasih, “gilirannya dan dia mati.”
Kiasan-kiasan ini dipadukan sedemikian rupa sehingga setidaknya dua episode pertama bisa menjadi pikat netizen untuk memulai Saat Telepon Berdering.
Paruh pertama dari rangkaian 12 episode ini bisa dikatakan ditampilkan dengan cukup baik meski memiliki alur layaknya drama makjang.
Semua berkat chemistry Yoo Yeon-seok dan Chae Soo-bin sebagai pemeran utama yang berada di bawah agensi yang sama. Begitu pula dengan komedi yang berasal dari penampilan karakter Kang Young-woo (Lim Chul-soo).
Paruh pertama cerita terasa begitu cepat sehingga penonton, termasuk yang belum membaca novel aslinya, mulai menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi dan apa potensi twist yang ada di drama ini.
Sayangnya segalanya mulai berubah di babak kedua dan dua episode terakhir menjadi kekecewaan bagi When the Phone Rings.
Drama ini sepertinya terus menggunakan formula yang sama untuk permasalahan kedua tokoh utamanya, yaitu kesalahpahaman dan kurangnya komunikasi.
Maskulinitas beracun Paik Sa-eon, terutama untuk menutupi perasaannya terhadap Hong Hee-joo dan alasan “melindungi” istrinya, mengingatkan saya pada pemeran utama pria di drama -2000an/awal 2000an lalu.
Perkembangan karakter Paik Sa-eon semakin membingungkan dalam seminggu terakhir. Dia sibuk memberi makan egonya sendiri dengan perasaan bersalah terhadap Hong Hee-joo atas kejahatan orang tuanya di masa lalu.
Paik Sa-eon melakukan hal tersebut ketika dia akhirnya melihat istrinya masih hidup dan dia tahu bahwa Hong Hee-joo sebenarnya menerima seluruh masa lalunya.
Daripada bersama, Paik Sa-eon lebih memilih untuk “menebus dosanya”, yang menjadi masalah baru dan tidak masuk akal dalam hubungan mereka.
Penggunaan alur bolak-balik, terutama saat menceritakan latar belakang tokoh sekunder, juga tidak terlalu jelas, seolah-olah semua penonton diasumsikan mengetahui detail cerita aslinya.
Sehingga seiring berjalannya waktu, Anda merasa semakin banyak plot hole yang ada di drama ini. Hal ini sebenarnya cukup disayangkan karena di beberapa episode awal drama ini banyak detail yang dimasukkan untuk memberikan petunjuk tentang perhatian Paik Sa-eon terhadap Hong Hee-joo.
Masalah di akhir When the Phone Rings bukan hanya Paik Sa-eon dan egonya sendiri. Episode terakhirnya seperti tayangan berbeda yang awalnya dilampirkan untuk memenuhi kuota 12 episode drama ini.
Puncak kekecewaan terhadap drama ini adalah hadirnya unsur propaganda di menit-menit terakhir.
Penulis mengangkat isu politik nyata yang tidak perlu ada dalam drama yang menjual mimpi romantis sejak awal.
Drama dan film Korea seringkali dijadikan sebagai alat kritik sosial terhadap kehidupan bermasyarakat. Soalnya situasi yang dihadirkan sangat buruk dan nyatanya sama sekali tidak diperlukan untuk drama ini.
Penulis menggunakan nama samaran khusus negara yang sedang berkonflik, khususnya Paltima dan Izmael. Paltima dikabarkan menyerang Izmael dan menyandera warga Korea Selatan.
Tidak butuh waktu lama untuk mengetahui bahwa negara-negara ini adalah permainan dari Palestina dan Israel.
Sebelum When the Phone Rings, beberapa drama sempat dikritik oleh netizen karena salah mengartikan isu atau kelompok sosial di negara-negara di luar Korea Selatan.
Kritik-kritik tersebut patut membuat penulis skenario khawatir untuk lebih berhati-hati dalam menggambarkan permasalahan dunia nyata.
Namun, Kim Ji-woon sebagai penulis skenario masih salah memasukkan isu-isu Israel dan Palestina, menambahkan situasi fiksi, dan disetujui oleh sutradara Park Sang-woo di potongan terakhir.
Di antara sekian banyak catatan untuk drama ini, kisah belakang Paik Sa-eon muda dan Hong Hee-joo yang diperankan oleh Shin Yeon-woo dan Lee Jae-joon menjadi salah satu hal yang membuat When the Phone Rings menarik untuk disimak.
Pada akhirnya, When the Phone Rings menjadi sebuah drama yang narasinya semakin lemah dan membingungkan di bagian akhir.
Chemistry dan ending manis para pemeran utama sepertinya tak mampu menyelamatkan kesalahan tim kreatif, apalagi pada penyisipan unsur politik yang salah dan sama sekali tidak diperlukan dalam plot When the Phone Rings.
(chri/chri)