Jakarta, CNN Indonesia —
Indonesia seringkali kalah dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya dalam menarik investasi asing dalam jumlah besar, seperti dari Vietnam hingga Malaysia.
Contoh bagaimana Indonesia kalah bersaing dengan Vietnam dalam hal investasi dapat dilihat pada kasus Apple. Perusahaan teknologi raksasa Amerika telah menginvestasikan $15,8 miliar atau sekitar Rp 255,9 triliun di Vietnam sejak tahun 2019.
Apple enggan berinvestasi di Indonesia. Investasi sebesar USD 100 juta dijanjikan melalui proyek pengembangan akademi. Namun hingga saat ini, pembuat iPhone tersebut masih memiliki utang sebesar $10 juta atau sekitar Rp 160 miliar.
Apple saat ini sedang mengajukan investasi baru senilai $1 miliar atau $16 triliun setelah iPhone 16 dilarang di Indonesia. Namun investasi ini tetap bersifat komitmen.
Indonesia juga kalah kompetitif dibandingkan Malaysia dalam hal menarik perusahaan besar. Malaysia berhasil mendapatkan investasi Rp32 triliun dari Alphabet, Rp96 triliun dari Amazon, Rp35,4 triliun dari Microsoft, dan Rp66,5 triliun dari Nvidia.
Banyak raksasa teknologi dunia yang menyatakan minatnya untuk berinvestasi di Indonesia, namun minat tersebut dibatasi oleh komitmen. Apple bersedia investasi Rp16 triliun bahkan dalam bentuk komitmen, Amazon Rp77 triliun, Microsoft Rp27,6 triliun, dan Nvidia Rp3 triliun.
Staf Khusus Presiden bidang Perekonomian, Bambang Brodjonegoro, mengakui Indonesia kalah dengan negara-negara Asia Tenggara dalam menarik investasi. Ia melihat ada beberapa faktor yang membuat Indonesia tidak selalu ada.
“Indonesia masih menjadi negara dengan perekonomian yang mahal, mulai dari perizinan dan pengelolaan investasi,” kata Bambang pada konferensi Strategi Kunci Hilirisasi dan Industrialisasi MINDialog Menuju Indonesia Emas 2045 di Jakarta, Kamis (9/1).
“Ketika mereka menemui kendala saat ingin masuk ke Indonesia dan melihat negara tetangga, mereka bisa dengan mudah pindah ke Malaysia dan Vietnam,” ujarnya.
Menurut Ronny P. Sasmita, analis senior Institut Strategis dan Ekonomi Indonesia (ISEAI), Indonesia tidak menarik bagi investor karena tidak bisa menjamin keberhasilan investasi.
Hal ini tercermin dalam Incremental Capital Output Ratio (ICOR) atau indikator yang menentukan besarnya tambahan modal yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit output. Semakin tinggi skor ICOR, semakin kurang efisien investasi tersebut. Pada tahun 2023, ICOR Indonesia sebesar 6,33 dinilai terlalu tinggi dan merupakan investasi yang tidak efisien.
Masalahnya bukan hanya hukum di Indonesia saja, tapi perilaku aparat, masalahnya basis ekonomi, kemanusiaan masyarakatnya masih rendah, kata Ronny saat dihubungi fun-eastern.com, Kamis (1/9). ). ).
Ronny menyebut Vietnam punya jasa, aturannya lebih sederhana, dan perilaku pejabatnya tidak sekorup Indonesia. Akibatnya, biaya investasi di Vietnam jauh lebih rendah.
Menurutnya, Indonesia memiliki kekuatan pasar dengan jumlah penduduk yang besar. Namun, rata-rata daya beli penduduknya tidak setinggi negara tetangga ASEAN lainnya. Itulah yang dipikirkan investor.
Nailul Huda, Direktur Ekonomi Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (Celios), menegaskan, industri lokal belum mau bersaing secara internasional. Hal ini diperparah oleh pemerintahan yang tidak mampu mengatasinya.
Dia mencontohkan kasus investasi Apple. Vietnam lebih baik karena bisa menyediakan 280-320 unit untuk memproduksi produk Apple. Indonesia hanya mampu menyediakan 2-4 item.
“Lebih menguntungkan Apple berinvestasi di Vietnam. Kadang Indonesia minta harga yang aneh dan mahal, tapi tidak melihat kemampuan industri lokal yang masih miskin,” ujarnya.
Lalu apa yang bisa dilakukan Indonesia untuk menjadikan dirinya lebih kompetitif?
Menurut Huda, pemerintah harus memberikan perhatian khusus terhadap kesiapan industri dalam negeri. Kita perlu meningkatkan daya saing industri lokal sebelum kita terganggu oleh persaingan dari investasi asing.
Ia pun menyarankan agar pemerintah mengubah Undang-Undang Pengaturan Konten CS (TKDN) Apple. Pasalnya, Indonesia tidak bisa memasok banyak suku cadang pendukung.
“Saya kira kebijakan TKDN, berbeda dengan kebijakan lainnya, memberikan peluang bagi Apple dan perusahaan teknologi lainnya untuk berinvestasi. Oleh karena itu, aturan TKDN perlu diubah,” ujarnya.
(pta/pta)