Jakarta, CNN Indonesia —
Guru Besar Hukum Administrasi Negara UNDIP, Prof. Yos Johan Utama menilai ada kejanggalan dalam keputusan yang diberikan kepada Mardani H Maming. Dalam kajiannya, keputusan Mardani tentang pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dinilai sah menurut hukum administrasi dan tidak pernah dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Pengadilan tipikor yang merupakan peradilan pidana tidak mempunyai kewenangan menilai keabsahan suatu keputusan administratif, sehingga tidak ada pelanggaran hukum administrasi yang dapat dijadikan dasar pidana dan terdakwa tidak dapat dihukum.” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Kamis (31/10).
Dia mengatakan, KPU menilai hal tersebut salah dan salah karena ketentuan yang dijadikan dasar untuk menuntut pelaku adalah korupsi 97 ayat 1 UU Minerba 4 Tahun 2009. Sebab, larangan tersebut hanya diperuntukkan bagi pemegang IUP dan IUPK.
Padahal, perizinan pertambangan sudah dikaji di tingkat daerah dan pusat. Padahal, IUP telah mendapat sertifikat Clear and Clean Certificate (CNC) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) selama 11 tahun.
Dari fakta penyelidikan, proses pergantian IUP mendapat instruksi dari Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu (Distamben), prosesnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan informasi awal dari Sekretaris Daerah, Kepala. Hukum dan Kadistamben.
Fakta hukum menunjukkan bukti bahwa Mardani H. Maming berwenang menerbitkan IUP dan IUPK sebagai bupati dan pejabat eksekutif negara berdasarkan Pasal 37 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Laos. Dia berkata.
Yos Johan menjelaskan, dalam kasus yang melibatkan mantan Ketua BPP HIPMI yang saat itu menjabat sebagai bupati, dialah yang memegang izin, bukan penerima izin. Oleh karena itu, mereka menilai putusan hakim dapat ditinjau kembali.
Pendapat tersebut sesuai dengan hasil atau kesimpulan kajian Universitas Undip Semarang pada Rabu (30/10). Prof Dekan Fakultas Hukum Universitas UNDP. Dr. Retno Saraswati mengatakan, keputusan hakim gegabah dan tidak sepenuhnya berdasarkan fakta akurat.
Kajian tersebut menyatakan bahwa transaksi bisnis yang dilakukan oleh beberapa perusahaan terkait seperti PT Prolindo Cipta Nusantara dan PT Angsana Terminal Utama bukanlah suap, melainkan hubungan bisnis yang sah.
Berdasarkan analisis tim catatan, tidak ada bukti konkrit yang menunjukkan adanya kejanggalan dalam transaksi yang dilakukan perusahaan-perusahaan tersebut, ujarnya.
Selain kasus Mardani Maming, pihak peradilan kini tengah diperiksa terkait kasus broker hukum yang melibatkan mantan pejabat eselon 1 MA Jarof Rikar.
Dalam suatu kesempatan, mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Shri. Mahfud Md, saat menjabat sebagai Bapak. Zaroff mengatakan tindakannya akan diselidiki lebih lanjut oleh kantor kejaksaan. Memastikan tidak ada pihak yang dirugikan akibat manipulasi hukum.
Kasus ini harusnya diusut, kejaksaan harus membuka kembali kasusnya. Kalau bisa coba lagi. Korban tidak akan dihukum karena hanya korban, tegasnya.
Saya berharap kasus ini dapat mendorong penetapan proses peradilan Indonesia sesuai dengan prinsip keadilan yang akan digunakan. (rir/rir)