Jakarta, CNN Indonesia —
Muhammad Kholid, anggota Fraksi PKS di Baleg DPR, mendorong RUU perampasan aset tahun 2025 masuk dalam daftar prioritas program legislatif nasional (Prolegnas) yang akan disahkan November mendatang.
Pengumuman itu disampaikan Kholid usai rapat dengar pendapat lanjutan (RDP) dengan Baleg DPR terkait proses penyusunan Agenda Legislatif Nasional. Dia ingin RUU penyitaan aset mendapat perhatian serius di DPR.
“Saya dulu berlatar belakang aktivis di Universitas Indonesia. Teman-teman aktivis saya meminta saya mempelajari undang-undang penyitaan ini dalam praktiknya setelah undang-undang penyitaan ini disahkan,” kata Kholid, Rabu (30/10).
Saya ingin RUU ini masuk dalam agenda legislasi nasional, apalagi capaian pemberantasan korupsi terhenti dalam 10 tahun terakhir. Menurut Kholid, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tidak mengalami perubahan dari angka 34 pada tahun 2014 hingga tahun 2024.
Dengan kata lain, tidak ada kemajuan dalam pemberantasan korupsi dalam sepuluh tahun terakhir.
Di sisi lain, Kholid selanjutnya meminta Presiden Prabowo berkomitmen dalam pemberantasan korupsi. Ia mengaku ingin mendukung rencana pemberantasan korupsi yang diusung Prabowo.
“Seperti diketahui, Presiden Prabowo Subianto mempunyai komitmen besar terhadap visi pembangunan antikorupsi. Saya mendukung UU Perampasan Aset Presiden dengan mendorong agar visi antikorupsi Presiden masuk dalam Prolegnas prioritas,” ujarnya.
Baleg DPR saat ini masih dalam pendalaman terkait daftar Prolegnas sebelum disetujui pada November mendatang. Di antara RUU yang muncul, RUU perampasan harta benda tidak termasuk di dalamnya.
Mantan Wakil Ketua Baleg DPR Ahmad Doli Kurnia menilai pemberantasan korupsi di Indonesia sudah cukup tanpa perlu undang-undang penyitaan aset. Doli mengatakan pandangan itu berasal dari diskusi internal dengan beberapa anggota dewan di Baleg.
“Tentu saja, “Cukuplah kita bicara pemberantasan korupsi tanpa memaksakan undang-undang perampasan aset,” kata Doli di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (29/10).
RUU penyitaan aset mengatur kewenangan penyitaan aset senilai minimal DKK 100 juta. IDR RUU tersebut juga memperbolehkan penyitaan aset pejabat pemerintah yang dianggap tidak pantas tanpa adanya proses pidana.
Pasal 6 ayat (1) menyatakan, “Harta pidana yang dapat disita sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) paling sedikit Rp100.000.000,00 (Seratus Juta Rupiah).” 1, Akra,
(tr/anak)