Jakarta, CNN Indonesia.
Pengusaha Budi Said yang kerap disapa Crazy Rich Surabaya divonis 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar atas dugaan korupsi jual beli emas Antam.
Jaksa memutuskan Budi Said terbukti bersalah melanggar bersama Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. § 55, ayat (1) 1 jo. § 64. Bagian 1 KUHP.
Ia juga terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
“Terdakwa divonis 16 tahun penjara dikurangi menjadi penangkapan sementara dengan perintah agar terdakwa tetap dalam tahanan negara,” kata jaksa saat membacakan dakwaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Dari Kecamatan Jakarta Pusat (PN), Jumat (13/12).
“Menjatuhkan pidana denda sebesar 1 miliar rupiah dengan ketentuan apabila tidak membayar denda tersebut diganti dengan pidana penjara alternatif selama 6 bulan,” imbuh jaksa.
Budi pun harus membayar denda tambahan untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 35 miliar dan Rp 1 triliun.
Dalam kasus Budi Szaid, ada sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan yang menjadi pertimbangan jaksa dalam mendakwanya.
Hal yang memberatkan Budi Said antara lain perbuatan terdakwa merugikan negara Rp 1 triliun, terdakwa tidak menyesali perbuatannya.
Sementara itu, Budi Said dimudahkan karena dirinya tidak pernah dihukum dan berperilaku sopan di persidangan.
Dalam kasus ini, Budi didakwa menimbulkan kerugian keuangan masyarakat senilai Rp1 triliun dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Terdakwa Budi Said selaku pembeli emas Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 PT Antam Tbk telah melakukan atau ikut serta dalam beberapa perbuatan, padahal kesemuanya merupakan tindak pidana atau pelanggaran, saling berkaitan satu sama lain, sehingga patut untuk dipidana. dianggap sebagai ‘perbuatan melawan hukum’ yang terus menerus,” kata Jaksa M. Nurachman Adikusumo saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (27/8) lalu. (Saya/saya tidak)