Jakarta, CNN Indonesia —
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi penjelasan mengapa hanya Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang ditetapkan sebagai tersangka, mengingat kasus suap Harun Masiku sudah berjalan kurang lebih lima tahun.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan, KPK hanya menilai alat bukti dalam perkara ini sudah cukup. Dia mengatakan KPK terus mengumpulkan bukti dan informasi terkait kasus ini.
Hanya sekarang karena sudah cukup bukti, seperti yang saya jelaskan di awal, maka penyidik lebih percaya diri, kata Setyo dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/1).
Setyo mengatakan, penyidik KPK telah melakukan beberapa penyelidikan dan memanggil beberapa pihak dalam kasus ini. Mereka juga mencoba menyita beberapa barang bukti.
Menurut dia, proses tersebut memberikan sejumlah bukti keterlibatan Hasto dalam kasus Harun Masiku. Dengan aturan tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Hasto sebagai tersangka.
“Baru kemudian diputuskan untuk mengeluarkan surat perintah penyidikan, sehingga memang itulah alasan peninjauan kembali,” ujarnya.
Dia menetapkan Haston sebagai tersangka dengan tahapan penuntutan yang berlaku bagi Deputi KPK.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka kasus suap. Ia disebut-sebut terlibat dalam suap anggota pengganti antar waktu (PAW) DPR RI hingga komisioner KPU termasuk Harun Masiku.
Hasto diduga terlibat suap kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan. KPK menduga Hasto berusaha mendapatkan Harun Masiku untuk menggantikan Nazaruddin Kiemas, calon PDIP terpilih dari Daerah Pemilihan Sumsel I pada Pemilu 2019, yang meninggal dunia.
Saat itu, Riezky Aprilia berhak menggantikan Nazaruddin karena memperoleh suara terbanyak kedua di daerah pemilihan yang sama, yakni 44.402. Haruni hanya mendapat 5.000 suara di daerah pemilihan lain.
Penerima suap, Wahyu Setiawan, divonis tujuh tahun penjara. Dia telah keluar dengan jaminan sejak 6 Oktober 2023.
Sementara dua orang kepercayaan Wahu, Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri, juga tengah diproses hukum. Saeful divonis 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta, ditambah 4 bulan penjara. Agustiani divonis 4 tahun penjara dan denda 150 juta euro, serta 4 bulan penjara.
(df/bawah)