Jakarta, CNN Indonesia
Rizal Taufikurahman, Direktur INDEF Center for Macroeconomics and Finance, mengatakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen mulai 1 Januari 2025 akan berdampak negatif terhadap perekonomian.
Dampak pertama jelas akan menambah beban masyarakat miskin dan mengurangi persaingan ekspor.
Sebab, kenaikan tersebut akan mempengaruhi harga barang dan jasa dalam negeri, khususnya barang terkait pajak penghasilan.
Kedua, hilangnya keinginan wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya atau menghindari pembayaran pajak (tax evasion).
“Penghindaran pajak juga akan terjadi di sektor-sektor yang sangat informal. Dampaknya juga akan terasa di sektor keuangan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa. .
Ketiga, kenaikan pajak pertambahan nilai akan berdampak pada inflasi yang tentunya akan menurunkan daya beli yang sudah lemah.
“Juga kenaikan pajak pertambahan nilai diharapkan dapat menurunkan PDB. Kelas menengah akan mengalami lebih banyak pengeluaran yang sudah terhimpit,” jelasnya.
Dia memperkirakan produk domestik bruto (PDB) akan turun 0,17 persen jika pajak pertambahan nilai menjadi 12 persen pada tahun depan. Hal ini disebabkan oleh penurunan konsumsi dalam negeri dan penyerapan tenaga kerja akibat kenaikan PPN.
Gaji pegawai/pegawai juga akan berkurang karena kelebihan pembayaran akibat kenaikan pajak pertambahan nilai produk HPP sebesar 12 persen, tutupnya.
(tanggal/Agustus)