Jakarta, CNN Indonesia –
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) membantah hujan lebat yang terjadi belakangan ini di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur disebabkan oleh Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) yang dilakukan di wilayah Jabodattabek.
Cuaca buruk di Jateng jelas bukan karena OMC di Jakarta, kata Wakil Kepala Bidang Perubahan Iklim BMKG Tri Handoko Seto kepada fun-eastern.com, Kamis (23/1).
Menurut Seto, jika OMC melakukan kesalahan, secara teoritis bisa berdampak pada pihak lain. Namun batas wilayah yang terkena dampak dapat dilihat dari wilayah benih, wilayah tumbuhnya awan, dan arah atau kecepatan angin.
“Metode koordinasi terbuka yang diterapkan di beberapa wilayah Indonesia pada akhir tahun lalu masih dalam koridor kendali hingga awal tahun ini sehingga tidak menimbulkan kesalahan yang berarti,” ujarnya.
OMC bekerja pada skala mikrofisika cloud, tambahnya, dan terdapat banyak teknologi. Pada bulan Desember 2024 di OMC Pulau Jawa akan dilakukan percepatan hujan.
“Kami fokus pada awan yang tumbuh di atas lautan dan bergerak menuju daratan. Kami menyemai awan-awan ini dan mereka segera jatuh ke laut sebagai hujan, sehingga mengurangi jumlah hujan yang jatuh ke daratan. Ini tidak ada hubungannya dengan sinkronisitas.” dikatakan.
Sebelumnya, ahli klimatologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Julihastin membeberkan dampak Operasi Perubahan Iklim (OMC) di wilayah Jakarta.
Erma di Twitter
“Kalau perubahan itu dilakukan untuk mengurangi intensitas hujan di Jakarta, padahal MCC (Mesoscale Convective Complex) banyak tersebar di laut utara Jakarta, kemana perginya? Jawa Tengah dan Jawa Timur paling banyak terkena awan MCC. dari Laut Utara dan selatan Jawa, cuit Erma pada Selasa (21/1).
Awan MCC adalah sistem konvektif mesoskopik yang diidentifikasi berdasarkan fitur pada citra satelit inframerah. Tutupan awan konvektif berskala meso ini ditandai dengan durasi yang relatif lama, bentuk setengah lingkaran, dan pola tutupan awan yang besar.
PKS juga menyebabkan peningkatan kecepatan angin dan tinggi gelombang di wilayah yang dilewatinya.
Selain itu, Erma mengatakan modifikasi cuaca merupakan metode tercepat dan terlokalisasi serta tidak disarankan pada kondisi cuaca buruk karena sinkronisitas meningkat.
“Memindahkan awan ke Jakarta bukanlah langkah yang tepat, meski saat ini banyak awan rendah yang bergerak cepat,” ujarnya. (lom/dmi)