
Jakarta, CNN Indonesia –
Sebuah pesawat yang membawa mantan presiden Filipina Rodrigo Duterte, meninggalkan ibukota Manila ke markas Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag Belanda, Selasa (11/3).
Mantan presiden yang sudah berusia 79 tahun itu ditangkap oleh tuduhan kriminal terhadap kemanusiaan dalam sistem pembunuhan, yang menewaskan puluhan ribu orang yang terkait dengan kampanye anti -anti -, presiden.
“Mantan Presiden Rodrigo Duterte mulai malam ini pukul 11.03 dan meninggalkan Bandara Filipina,” Presiden Filipina Ferdinand Bongbong Marcos pada konferensi pers, seperti dilansir AFP.
“Pesawat sedang dalam perjalanan ke Hagi di Belanda, yang memungkinkan Duterte untuk memenuhi tuduhan pidana terhadap obat -obatan manusia,” lanjut Marcos.
Duterte ditangkap di Bandara Internasional di Manila pada Selasa pagi, setelah Interpol Manila menerima salinan resmi dokumen penangkapan dari ICC.
Wakil presiden dan putri Duette Sara Duterte mengatakan bahwa ayahnya terpaksa dibawa ke Hagi.
“Ini tidak adil, itu adalah tekanan dan penderitaan,” kata Sara.
Sementara itu, setelah ditangkap pagi ini di Rodrigo Dutrte, ia mengirim video ke media sosial bahwa menurutnya Mahkamah Agung Filipina akan campur tangan untuk mencegah transfer ke Belanda.
“Pengadilan utama tidak akan menerimanya. Kami tidak memiliki perjanjian ekstradisi,” kata Duterte.
“Kejahatan apa yang saya lakukan? Tunjukkan dasar hukum kehadiran saya sekarang,” tambahnya.
Sebelumnya, Gedung Putih Presiden Filipina mengkonfirmasi bahwa penangkapan Rodrigo Duterte adalah penjahat yang diduga terhadap kemanusiaan. Dikatakan juga bahwa cabang Badan Kepolisian Internasional (Interpol) di Manila menerima salinan resmi surat perintah penangkapan Duterte.
Selama kantornya sebagai presiden Filipina 2016-2022, Duterte masih dituduh melanggar hak asasi manusia selama kampanye anti-Meta.
Selama menstruasi, Duterte memberi wewenang kepada polisi untuk membunuh setiap penjahat narkoba.
Menurut laporan itu, perang narkoba Duterte mengakibatkan setidaknya 6.000 orang terbunuh. Namun, kelompok -kelompok hak asasi manusia memperkirakan bahwa jumlah korban dapat mencapai 20.000 orang. (Encok)