Surabaya, CNN Indonesia —
Pelaku penyiksaan dan pembunuhan Gregorius Ronald Tannur (32) akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap tiga hakim PN Surabaya untuk meminta pembebasan.
Oleh karena itu, Ronald tidak serta merta berkomitmen pada Lembaga Pemasyarakatan (La Paz). Melainkan di Rumah Tahanan (Rutan) Tingkat 1 Surabaya di Medaeng, Siduarjo.
Heni Yuwono, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Timur, mengatakan Ronald tidak dijebloskan ke penjara karena putra Edwar Tannur, mantan anggota DPR RI dari Fraksi PKB, masih memiliki kasus lain yang perlu diselidiki.
“Setelah berkoordinasi dengan pihak kejaksaan, RT (Ronald Tannur) akan tetap ditahan di Rumah Tahanan Tingkat 1 Negara Surabaya di Medaeng,” kata Heni dalam keterangannya, Senin (28 Oktober).
Heni menjelaskan, jaksa masih membutuhkan Ronald sebagai saksi dalam kasus dugaan suap yang melibatkan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Untuk memperlancar proses penyidikan, ia dipindahkan ke Rutan Medaeng dekat Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Menurut jaksa, Ronald Tannour diperlukan sebagai saksi dalam kasus terbaru yang melibatkan tiga hakim dan satu pengacara, ujarnya.
Hurney mengatakan Ronaldo akan dipindahkan ke penjara jika narapidana tersebut tidak diperlukan lagi untuk penyelidikan lainnya.
“Lamanya [penahanan] tergantung berapa lama proses hukumnya,” jelas Hurney.
Sementara itu, Karutan Surabaya Tomi Elyus mengaku menerima Ronald berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1466/Pid/2024 tanggal 22 Oktober 2024.
Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya mengoordinasikan eksekusi di Rutan Surabaya.
RT tiba pukul 19.30 WIB dan langsung melakukan pemeriksaan dokumen, pendataan kelengkapan di Rutan Nasional Tingkat 1 Surabaya, menjalani pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan sehat, kata Tomi.
Ronald ditempatkan di area karantina dan harus menjalani masa sosialisasi di Area A, Ruang A3. Ini merupakan standar operasional prosedur (SOP) penerimaan narapidana baru.
“Semuanya dilakukan sesuai standar operasional prosedur dan petunjuk Kepala Kanwil Kemenkum HAM Jatim,” kata Tomi.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Mahkamah Agung (MA) membatalkan putusan bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur. Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung memvonis Ronald Tannur lima tahun penjara.
Situs Kepaniteraan Mahkamah Agung pada Rabu (23/10) mengutip putusan tersebut, “Putusan: Persetujuan Jaksa Penuntut Umum untuk membatalkan putusan asli dan membatalkan putusan faktual.”
Perkara nomor: 1466/K/Pid/2024 telah diperiksa dan diputus oleh Ketua Mahkamah Agung, Soesilo, dan dua anggotanya, Hakim Ainal Mardhiah dan Sutarja. Penjabat Sekretaris Eustacea. Putusan akan dibacakan pada Selasa, 22 Oktober 2024.
Ia dinyatakan bersalah melanggar Pasal 351 ayat 3 KUHP tentang penyiksaan yang menyebabkan kematian. Seperti halnya dakwaan pengganti kedua yang diajukan jaksa penuntut umum.
“Terbukti dakwaan alternatif kedua melanggar Pasal 351 ayat 3 KUHP – Pidana penjara 5 (lima) tahun – Bukti = Persetujuan putusan Pengadilan Negeri – P3:DO,” amar putusan membatalkan kalimat aslinya berbunyi.
Ronald ditangkap pada Minggu (27/10) di kediamannya di Virginia Regency E 3, Pakuwon City, Surabaya. Saat ini, putra Edward Tannur, mantan anggota DPR RI dari Fraksi PKB itu, ditahan di Rutan Tingkat 1 Surabaya, Medang, dan Situ Ajo.
Semakin memanas, tiga hakim PN Surabaya yang mengadili kasus Ronaldo, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindya), ditangkap di beberapa kota di Indonesia oleh Unit Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung RI (Kejagung). Pengacara Ronaldo, Lisa Rahmat, juga ditangkap di Jakarta.
Tiga hakim diduga menerima suap atau tip sebesar 20 miliar rupiah untuk membebaskan Gregorius Ronald Tannur dalam kasus penyiksaan dan pembunuhan.
Kini, Hakim Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo didakwa menerima suap berdasarkan Pasal 5(2), 6(2), 12(e), 12B, ke-1 KUHP Pasal 18, Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Sementara tersangka suap Lisa Rahmat dijerat dengan Pasal 18(1) Pasal 5(1) UU Tipikor dan Pasal 55(1) KUHP. (frd/tidak)