Jakarta, CNN Indonesia —
Reyna Usman, General Manager Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnaker) 2011-2015 divonis empat tahun penjara dan denda Rp250 juta tiga bulan oleh anak perusahaan.
Hakim Pengadilan Tipikor (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN) memutus Reyna bersalah melakukan kolusi dalam kasus korupsi terkait pengadaan skema perlindungan pekerja migran Indonesia. TKI) adalah Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Republik Indonesia tahun anggaran 2012.
“Terdakwa Reyna Usman divonis empat tahun penjara dan denda Rp250 juta, yang akan diringankan menjadi tiga bulan penjara jika tidak membayar,” kata Teguh, ketua majelis hakim. Santoso membacakan putusan Pengadilan Tipikor di Jakarta, Selasa (22/10).
Selain itu, hakim memerintahkan Reyna membayar ganti rugi sebesar Rp 3 miliar.
Dalam ulasannya, The Judge membeberkan beberapa fakta tentang Reyna. Dengan kata lain, tindakan Reyna sebagai aparatur negara bertentangan dengan UU No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi. Perbuatan Reyna merugikan keuangan negara.
Sementara itu, faktor yang meringankan adalah Reyna tidak pernah dihukum. Berperilaku sopan di pengadilan dan mempunyai kewajiban keluarga.
Reyna divonis empat tahun delapan bulan penjara dan denda Rp250 juta, lebih kecil dari tuntutan pemerintah kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta anak perusahaannya membayar tiga bulan penjara dan uang pengganti Rp. 3 miliar dengan hukuman penjara satu tahun.
Sementara itu, Sekretaris dan Pejabat Pelaksana Badan Perencanaan dan Pembangunan Kementerian Ketenagakerjaan (PPK) I Nyoman Darmanta divonis dua tahun penjara dan denda Rp250 juta, serta anak perusahaan divonis tiga bulan penjara.
Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM) Karunia divonis lima tahun penjara dan denda Rp 250 juta. Tiga bulan penjara dan kompensasi Rp 8.449.290.910 kepada afiliasi. Dia divonis satu tahun enam bulan penjara karena subsidernya.
Hukuman pidana terhadap Nyoman dan Karunia lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK. Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan (BPK), kasus ini mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp17,6 miliar.
(ryn/DAL)