Jakarta, CNN Indonesia –
Menteri Ketenagakerjaan Yasmirli akan menerbitkan aturan baru mengenai rumusan penetapan UMP mulai 7 November 2020.
“Kami punya tenggat waktu 7 November,” kata Yasserli di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (11/4).
Yasmirli mengatakan, sebelum menetapkan aturan baru tersebut, dirinya telah berdiskusi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pekerja dan pengusaha.
Namun, dia tidak membeberkan isi rumus penghitungan UMP-nya. Dia hanya mengatakan rumusan tersebut akan mempertimbangkan hasil putusan Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu terkait perkara uji materi UU Kesempatan Kerja.
Ia mengatakan, hasil keputusan Mahkamah Konstitusi telah dibahas bersama Dewan Pengupahan Nasional, perwakilan serikat pekerja, dan pengusaha.
Keinginan pengusaha dan pekerja terkait putusan MK tersebut disampaikan kepada Presiden Prabowo.
“Tentunya kita harus mengkaji ulang putusan Mahkamah Konstitusi. “Jadi kita akan melihat formula dan hal-hal berbeda bersama-sama.”
Mahkamah Konstitusi telah memutuskan 21 poin penting terkait pengujian materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Kesempatan Kerja (UU Ciptaker). Dalam putusan Mahkamah Konstitusi, Partai Buruh dan enam pemohon lainnya mengajukan uji materi sebagian terhadap beberapa ketentuan UU Ziptak.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menanggapi dalil para pemohon mengenai persoalan konstitusional yang mencakup tujuh persoalan pokok, terutama terkait penggunaan tenaga kerja asing (FWW) tanpa izin, dan kontrak khusus dalam menjalankan pekerjaan. (PKWT), Pengalihdayaan atau Outsourcing, Cuti, Upah, Pesangon dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Berikut adalah 21 poin penting dari putusan Mahkamah Konstitusi mengenai uji materi undang-undang kesempatan kerja:
1. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023. Jabatan (job) dalam hal Menteri Tenaga Kerja).
2. Pemberlakuan Pasal 42, Pasal 42, Pasal 81 Ayat 4 UU 6/2023: “Tenaga kerja asing hanya dapat bekerja di Indonesia dalam suatu pekerjaan dan waktu tertentu dalam suatu hubungan kerja, dan mereka mempunyai kualifikasi sesuai dengan pekerjaan yang dijalaninya. harus dilakukan.” Menempati.’ Bertentangan dengan UUD 1945, undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat kecuali jika dimaknai bahwa “tenaga kerja asing hanya dapat bekerja di Indonesia untuk suatu jabatan dan waktu tertentu serta mempunyai kemampuan untuk bekerja sesuai dengan jabatan yang akan didudukinya.” Mempekerjakan tenaga kerja Indonesia adalah prioritas.”
3. Menyatakan Pasal 81, Pasal 12, Pasal 56, Ayat 3 “6/2023” sebagai “Lamanya atau selesainya suatu pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Ayat 2 ditentukan menurut perjanjian kerja” adalah bertentangan dengan UUD 1945. Hal ini tidak mengikat secara hukum sampai ditafsirkan secara konstitusional dan “jangka waktu penyelesaian suatu pekerjaan tertentu tidak boleh lebih dari lima tahun”.
4. 6 Tahun 2023 UU 81, Pasal 13, Pasal 57 Ayat 1 yang berbunyi: “Kontrak kerja waktu tetap dibuat secara tertulis, menggunakan huruf Indonesia dan huruf Latin” bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan mengikat. memaksa. Kekuatan hukum. “Kecuali diartikan “berhenti,” jam kerja tertentu harus ditulis dengan menggunakan aksara Indonesia dan Latin.”
5. Pemberlakuan Pasal 81, Pasal 18, Pasal 64, Ayat 2 yang berbunyi: “Pemerintah menetapkan sebagian pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1”, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sampai dijelaskan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. UUD 1945. “Menteri menetapkan bagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, berdasarkan jenis dan ruang lingkup pekerjaan alih daya yang disepakati dalam kontrak alih daya secara tertulis.”
6. Menyatakan “satu hari libur dalam enam hari kerja dalam seminggu” dalam Pasal 81, Pasal 25, Pasal 79, Pasal 2 UU Nomor 6 Tahun 2023 bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sampai diartikan sebagai “atau dua hari dari lima hari kerja dalam seminggu”.
7. Menyatakan kata “boleh” dalam Pasal 25, Pasal 81, Pasal 79, Pasal 5 Undang-Undang 20 Juni bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
8. Menyatakan Pasal 81, Pasal 88 Ayat 1 UU 6/2023 yang menyatakan “setiap pekerja/pegawai berhak atas penghidupan yang layak secara kemanusiaan”, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Walaupun tidak diartikan “termasuk pendapatan subsisten”, namun merupakan pendapatan atau penghasilan pekerja/pegawai dan keluarganya sebagai hasil pekerjaannya untuk memenuhi kebutuhan hidup pokoknya, antara lain pangan, sandang, papan, dan lain-lain. , Pendidikan, Kesehatan, Rekreasi dan Tunjangan Lanjut Usia”.
9. Menyatakan Pasal 88 ayat (2) Tahun 1945 bertentangan dengan Pasal 88 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Pemerintah Pusat menetapkan upah sebagai upaya mewujudkan hak pekerja atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Sepanjang UUD dan “tidak dapat dimaknai mempunyai kekuatan hukum mengikat”, “pemerintah daerah, termasuk Dewan Pengupahan Daerah, mempunyai unsur-unsur yang menjadi bahan pengambilan kebijakan pengupahan pemerintah pusat.”
10. Menyatakan frasa “struktur dan skala gaji” Pasal 88, Pasal 88, Ayat 3 UU Nomor 6 Tahun 2023, Pasal 81, Pasal 27 UUD 1945, inkonstitusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat jika tidak ditafsirkan. lakukan itu Struktur Rasio dan Skala Gaji’.
. Untuk daerah/kota”.
Pasal 12 Menyatakan frasa “indeks tertentu” pada Pasal 6 Tahun 2023, Pasal 81, Pasal 81, Pasal 88, Ayat 2 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat kecuali jika diartikan sebagai “indeks tertentu”. Mengingat kepentingan perusahaan dan pekerja, mengacu pada variabel yang mewakili kontribusi pekerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi atau daerah/kota, serta asas proporsionalitas dalam pemenuhan kebutuhan hidup layak pekerja (KHL). . “.
13. Menyatakan frasa “dalam keadaan tertentu” dalam Pasal 81, Pasal 28, Pasal 88 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sampai “dalam keadaan tertentu” mempunyai arti. Yang dimaksud dengan “bencana alam” atau “keadaan tidak wajar” adalah keadaan perekonomian global dan/atau nasional yang luar biasa yang ditetapkan oleh Presiden sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 14 : Menyatakan Pasal 81 Ayat 90A Tahun 1945 bertentangan dengan Pasal 81 Ayat 81 yang menyatakan bahwa “upah di atas upah minimum ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja di perusahaan”. Konstitusi dan “upah di atas upah minimum ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat kecuali jika ditafsirkan.
15. Pemberlakuan Pasal 81, Pasal 92 Ayat 1 UU 6/2023 yang menyatakan “pengusaha wajib menyesuaikan struktur dan besaran gaji dalam perusahaan dengan memperhatikan efisiensi dan produktivitas perusahaan”, bertentangan dengan UUD 1945. . Konstitusi tidak mengikat hingga dijelaskan bahwa “pengusaha harus menyusun struktur dan besaran gaji di perusahaan dengan mempertimbangkan kemampuan dan produktivitas perusahaan, serta golongan, lokasi, senioritas, dan pendidikan.” dan kinerja”.
16. Bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sampai dijelaskan bahwa “hak-hak dan kepentingan-kepentingan pekerja lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 meliputi seluruh kreditur termasuk kreditor”.
17. “Ditetapkan untuk upah” adalah kebalikannya. UUD 1945 dan Undang-Undang yang tidak mempunyai kewenangan adalah mengikat kecuali jika dimaknai bahwa “Dewan Pengupahan dibentuk untuk memberikan nasihat dan pertimbangan kepada pemerintah pusat atau daerah dalam merumuskan kebijakan pengupahan dan mengembangkan sistem pengupahan.” .
18. Pasal 6 Tahun 2023, Pasal 81, Pasal 151, Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 pada frasa “Perundingan bilateral wajib antara pengusaha dan pekerja, pekerja dan/atau serikat pekerja/serikat buruh” Menyatakan haram dan tidak sah. Hal ini tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat kecuali dimaknai “pelaksanaan melalui perundingan bilateral untuk mencapai mufakat antara pengusaha, pekerja dan/atau serikat pekerja/serikat buruh”.
19. Adalah inkonstitusional berdasarkan Pasal 15 ayat (4), Pasal 151 ayat (4), ayat 4 ayat (6), ayat 20 yang memuat kata-kata, “Pemutusan hubungan kerja dilakukan menurut Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial pada suatu tahap selanjutnya.” 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, kecuali jika ditafsirkan bahwa “dalam hal perundingan antara para pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 tidak mencapai kata sepakat, maka pemutusan hubungan kerja baru dapat dilakukan setelah diterimanya keputusan”. “Keputusan Badan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial bersifat tetap.”
20. Bahwa frasa “sampai proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial dilakukan sebatas itu” dalam Pasal 157A(3)(6)(20)(49) dinyatakan inkonstitusional dan inkonstitusional; Hingga dijelaskan bahwa “Sampai dengan selesainya proses penyelesaian perselisihan, hubungan industrial yang mempunyai akibat hukum tetap dipertahankan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang PJU.”
21. Menyatakan bahwa frasa “diatur berdasarkan” dalam Pasal 156(2)(2)(81)(47)(47) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, dan kecuali jika diartikan sebagai “at” merupakan suatu undang-undang yang mengikat . “Sangat sedikit.”
(lat/agustus)