Jakarta, CNN Indonesia —
Industri tekstil lokal menderita. Hal ini semakin terlihat ketika raksasa tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) menyatakan bangkrut.
Komisaris Sritex, Iwan Setiawan mengatakan, keterpurukan industri dalam negeri tidak bisa dipisahkan dengan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Kebijakan dan Peraturan Hukum (Permendag) 2024 Nomor 8.
Menurut Aiwan, aturan ini berdampak pada banyak perusahaan tekstil hingga akhirnya ditutup.
Pasalnya, pesanan tersebut disebut-sebut membuat Indonesia didera gelombang produk asal China.
Permendag 8 Tahun 2024 itu masalah umum lho. Jadi lihat pemainnya, banyak yang cedera parah dan ada pula yang tutup, ujarnya.
Direktur Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana juga mengatakan, terbitnya UU Perdagangan 8/2024 oleh Menteri merupakan “peristiwa penting” dalam sejarah Indonesia.
Menurut dia, aturan tersebut menimbulkan semacam “celah besar” yang memungkinkan impor produk luar negeri tanpa izin khusus (pertek). Melanggar kewenangan dan peraturan departemen/lembaga lain.
Peraturan departemen khusus tidak boleh mengganggu departemen lain,” tegas Da Nang dalam diskusi umum INDEF di Internet dengan topik “Industri tekstil menangis dan meninggalkan lapangan pekerjaan”, Kamis. (8) /8/2018). 8).
Gubernur juga menduga ada 26.000 kontainer yang disetop dan dipasang antrean di pelabuhan karena tidak mematuhi aturan impor. Bukan perlu melepas puluhan ribu kontainer, tapi menempuh jalur hukum.
Menurut dia, pelepasan kontainer tersebut seolah membebaskan para perompak dari luar negeri untuk menyerang pasar dalam negeri.
Awalnya, aturan impor diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Ketentuan.
Namun Permendag tersebut kemudian diubah pada 8/2024 untuk mengatasi keterlambatan distribusi bahan baku karena perlunya evaluasi khusus (pertek) sebagai salah satu syarat persetujuan produk luar negeri.
“Seperti kita ketahui, jumlah paket di pelabuhan semakin meningkat, karena faktor lain, adanya kendala perizinan penilaian khusus beberapa barang,” kata Direktur Kementerian Perdagangan, Budi Santoso, pada Mei lalu.
Menurut dia, kebutuhan industri teknologi merupakan salah satu persyaratan dalam Undang-Undang Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 yang sebelumnya ditetapkan Kementerian Perindustrian untuk mengizinkan impor produk tertentu.
Namun aturan yang baru berakhir pada 10 Maret 2024 ini rupanya telah menyebabkan penumpukan kotak di banyak kota besar seperti Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya, Jawa Timur), dan Tanjung Emas (Semarang). , Jawa Tengah).
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, lanjut Budi, pihaknya mengkaji Permendag 8/2024 hingga Permendag 36/2023 sesuai perintah Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
“Melalui Undang-Undang Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024, kepatuhan terhadap peraturan impor tidak lagi memerlukan standar teknis tertentu dalam proses perizinan di dalam negeri untuk mengatasi permasalahan penumpukan peti kemas,” kata Budi.
Dengan aturan baru ini, dia mengatakan barang-barang impor seperti produk elektronik, obat-obatan tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetik dan perlengkapan rumah tangga, sepatu, pakaian dan pakaian jadi, serta tas dan katup, tidak perlu lagi diimpor.
Namun dia mengatakan aturan baru tersebut tidak akan mencakup barang dengan aturan HS tertentu.
Selain itu, pengembalian izin impor produk tambahan, serta produk untuk uji pasar dan penjualan, sesuai Permendag Nomor 20 Tahun 2021 Sesuai UU 25/2022 dan tidak perlu ada pengawasan khusus. Kementerian Perindustrian,” tambah Budi.
Benarkah UU Menteri Perdagangan 8/2024 mendisrupsi industri TPT Tanah Air?
Kepala Pusat Perindustrian, Perdagangan, dan Investasi INDEF Andri Satrio Nugroho mengatakan UU Menteri Perdagangan 8/2024 sangat berbahaya bagi industri TPT dalam negeri karena dihapuskan karena memudahkan masuknya barang asing. . dari kain. Padahal, saat itu Kementerian Perindustrian menolak mencabut larangan tersebut.
“Produk impor yang masuk ke Indonesia harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait, salah satunya pertek. Proses penghapusan pertek dilakukan berdasarkan UU Menteri Perdagangan 8,” ujarnya.
Oleh karena itu, Mendag menilai UU 8/2024 perlu direvisi. Menurutnya, ketentuan ini telah disebutkan oleh mereka yang terkena dampak sebelum Sritex dan usaha kecil.
Bersambung di halaman berikutnya…