Jakarta, CNN Indonesia —
Hal itu diungkapkannya usai guru honorer Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulawesi Tenggara, SD Negeri 4 Baito Supriyani diundang Wakil Konawa Selatan Surunuddin Dangga.
Ketua PGRI Sultra Abdul Halim Momo menilai seruan tersebut tidak boleh dilakukan. Ia mengatakan akan lebih baik jika Surunudin memaafkan Supriyana.
“Kita harus saling memaafkan, ini juga akan menjadi preseden buruk bagi pemerintah daerah yang mengundang rakyatnya sendiri,” kata Halim Momo kepada fun-eastern.com, Kamis (7/11). katanya.
Undangan tersebut disampaikan pada Rabu, 11 Juni. Surunuddin menasihati Apriana dalam surat yang diterbitkan Suhardi, Kepala Bagian Hukum Sekretariat Pemerintah Konawe Selatan.
Seruan itu disampaikan Surunudin karena Apriyani mencabut surat perjanjian damai. Dia tak terima dengan pengakuan Suprijani yang mendapat tekanan dan paksaan saat menandatangani surat perdamaian.
Kepala Biro Komunikasi dan Informatika Konawe Selatan Anas Mas’ud mengatakan, somasi tersebut dikeluarkan untuk memastikan proses mediasi yang dilakukan Bupati Konawe Selatan Surunuddin Dangga tidak mengandung unsur pemaksaan dan intimidasi.
Niat baik Bupati murni akan memudahkan perdamaian antar pihak terkait persoalan Ibu Suprijani, ujarnya kepada wartawan, Kamis (11/6/11).
Supriyani sebelumnya sempat diseret ke proses pengadilan oleh orang tua siswa yang berprofesi sebagai polisi. Para orang tua menuding Supriyani melakukan kekerasan terhadap anaknya.
Di tengah proses hukum tersebut, Wakil Konawa Selatan Surunuddin Dangga menjadi penengah bagi Supriyani dan orang tua siswa. Mereka menandatangani perjanjian damai.
Kuasa hukum Suprijani, Andre Darmawan membenarkan, Suprijani telah mencabut surat persetujuannya. Penarikan kembali dilakukan pada 6 November dan diteruskan ke Pengadilan Negeri Andoolo, kejaksaan, Bupati Konawa Selatan, dan Kapolres Konawa Selatan.
Benar ada penarikan damai karena Supriyani kemarin merasa tertekan, kata Andre kepada wartawan, Kamis (11/7).
(dhf/DAL)